Monday 3 October 2016

Cartesian-Newtonian (Di bidang ilmu sosial dan humaniora, bagaimana pengaruhnya terhadap lahirnya liberalisme dan nasionalisme barat?)


Jawab:
Cartesian-Newtonian merupakan cara pandang yang menjadikan kehendak manusia sebagai penguasa atas alam (Antroposentris). Pada saat yang sama kekuasaan tersebut memperlakukannya sebagai objek pemenuh nafsu manusia-manusia modern dengan dalih meraih kemanunggalan teknologi serta kemajuan di bidang industri. Kemajuan anti-ekologis yang mengeruk sekaligus merusak bumi tanpa berupaya memikirkan keselamatan manusia yang hidup di masa setelahnya. Menjelang pertengahan abad ke-20, banyak unsur pendekatan Cartesian ditanamkan pada tataran terdalam, hampir pada tataran yang tidak disadari sebagai asumsi-asumsi mendasar yang membentuk suatu budaya global dalam pengambilan keputusan di birokrasi dan institusi-institusi modern. Dalam budaya birokratis global, dunia ini tampak seperti peluasan ruang, sedangkan beragam ekosistem dan masyarakat manusia di bumi hanya diabstraksikan sebagai ruang yang menunggu perencanaan, masukan, dan infrastruktur, untuk disusun kembali sesuka hati sesuai dengan keadaan dan perhitungan.
Di lapangan ilmu sosial, pengaruh scientisme mula-mula tampak dalam pemikiran Saint Simon di Perancis pada awal abad ke-19.  Dia menyusun kerangka sistematis kajian ilmu kemanusiaan (humaniora) berdasar metode fisika Newtonian. Dua postulat penting yang dia ajukan ialah: (1) Ilmu pengetahuan itu netral sebab didasarkan atas obyektivitas; (2) Ilmu sosial yang mantap didasarkan atas reduksionisme analitik. Saint Simon menguraikan aktivitas manusia di bidang politik dan ekonomi berdasarkan teori geometri. Melalui cara demikian kesadaran manusia dan fakta kerohanian dari hidupnya dilenyapkan (Matson 1966:13).
Pengaruh scientisme di lapangan ilmu sosial mulai mencapai bentuknya yang muktamad dalam positivisme August Comte pada abad ke-19. Dalam pandangannya, kemajuan yang dicapai masyarakat industrial, bukan disebabkan oleh berperannya individu-individu, melainkan karena bergeraknya hukum-hukum mekanis yang mengendalikan semua kejadian di dunia ini. Kebebasan tidak lain adalah ketundukan masyarakat kepada hukum alam. Dalam kaitannya dengan pandangan Comte itu, Martineau (1993:61) menulis, bahwa, di dalam sosiologi Comtian, individu dianggap memperoleh tingkat nalar yang tinggi dengan cara tunduk kepada proses rasional masyarakat.  Konsepsi kaum demokrat liberal tentang kebebasan individu sejalan dengan pemikiran Comte. Comte menekankan pentingnya otoritas dan tertib sosial, atau tepatnya menetapkan pentingnya efisiensi dan rasionalisasi dalam membuat rekayasa sosial  Pengikut positivisme Comte bercita-cita dapat membantu manusia melakukan emansipasi dan memperoleh pencerahan. Tetapi hasilnya adalah sebaliknya. Gagasan mereka tentang ‘Tirani Kemajuan” membuat kemajuan benar-benar menjadi tirani yang tidak terkalahkan (Salomon 1955:101).
Sosiologi yang dibangun oleh Vilfredo Pareto, seorang ilmuwan Italia yang dipandang dekat dengan Fascisme, tidak lebih baik. Dalam bukunya The Mind and Society, yang menganalisis bentuk dan substansi lembaga hukum, agama, politik dan kemasyarakatan, dia sampai pada kesimpulan bahwa lembaga-lembaga inilah yang berperan sebagai pencetak kesadaran masyarakat dan penggerak perputaran kelas. Dalam kenyataan teorinya tentang sirkulasi kelas itu, yang mendahului munculnya pertarungan kelas, didasarkan pada mekanika klasik Newtonian.
Di dalam ilmu ekonomi pengaruh scientisme tampak dalam gagasan Adam Smith, dan David Ricardo, kemudian Robert Malthus, Karl Menger dan lain-lain. Adam Smith misalnya melihat fenomena ekonomi sebagai bagian dari politik, yakni pengawasan  dan pengendalian tingkah laku dan aktivitas manusia. Penerapan prinsip mekanika Newtonian tampak dalam teorinya tentang mekanisme pasar, yang kemudian dijadikan asas ekonomi modern dan sistem kapitalisme (Matson 1966:19).
Di lapangan psikologi pengaruh scientisme tampak pada berbagai teori tingkah laku dan memuncak dalam teori Pavlov pada awal abad ke-20. Behaviourisme menjadikan psikologi sebagai cabang dari biologi. Jejak aliran ini bisa dilacak melalui buku Judson  Herrick Brain of Rats and Man  dan The Thinking Machine. Manusia dipandang sebagai mesin yang berpikir. Walaupun pemuka teori psikologi modern tahu bahwa hubungan otak dengan kesadaran merupakan sebuah fakta yang tidak diragukan, akan tetapi karena yang dijadikan dasar penelitian ialah bagian paling rendah dari otak, yaitu cortex, maka mudah sekali membandingkan otak manusia dengan hewan. Berdasarkan inilah psikolog seperti Arnold Bennet memandang otak sebagai pelayan jasmani bagi kekuatan sentral ego (Muller 1964:136).
Karl Mannheim (1950:57) misalnya berpendapat bahwa Marx dan para pengikutnya hanya berhasil meramalkan sebab-sebab dari perkembangan ekonomi seperti perkembangan teknologi, penguasaan sarana produksi; meningkatnya pemusatan modal, intensifnya persaingan merebut pasar, persekongkolan antara pemerintah dan pemilik industri. Namun dia gagal  menganalisis mengapa tehnologi modern dapat digunakan secara efektif untuk kepentingan politik, misalnya sebagai mesin propaganda. Kegagalannya yang lain ialah dalam melihat keseluruhan problem dan masalah kekuasaan politik. Marx misalnya percaya bahwa apabila kaum buruh dan proletar menang dalam pertarungannya dengan kaum kapitalis, akan muncul pemerintahan rakyat dalam arti yang sebenarnya. Namun perkiraan itu ternyata meleset, ketika Revolusi Bolsyewik pada tahun 1918 memperoleh kemenangan di Rusia dan mengakhiri pemerintahan otokratik Tsar. Lenin yang berhasil menjadi penguasa pertama dalam sistem kediktatoran proletar Rusia, ternyata tidak kalah otoriternya dari Tzar. Liberalisme adalah sebuah doktrin politik yang berpendapat bahwa tujuan negara, sebagi asosiasi dari individu-individu yang independen, adalah memfasilitasi proyek (atau “kebahagiaan”) anggotanya. Negara tidak boleh memaksakan proyeknya sendiri. Seperti doktrin conservatism. Istilah Liberal pertama kali masuk ke khazanah politik Inggris, Spanyol, dan Prancis pada 1830-an, pada dekade di mana banyak istilah politik modern berkembang biak. Istilah ini mendeskiripsikan partai Whig lama yang akarnya telah ada sejak republikanisme klasik pada abad ke-17. Kelenturan ide politik ini dapat diilustrasikan dari pendapat Burke, pada tahun 1790-an (William Outhwaite, 2008: 456). Liberalisme merupakan suatu ideologi pragmatis. Masyarakat Eropa pada saat itu secara garis besar terbagi atas dua, yakni kaum aristokrat dan para petani. Kaum aristokrat diperkenankan untuk memiliki tanah, golongan feodal ini pula yang menguasai proses politik dan ekonomi, sedangkan para petani berkedudukan sebagai penggarap tanah yang dimiliki oleh patronnya, yang harus membayar pajak dan menyumbangkan tenaga bagi sang patron. Bahkan di beberapa tempat di Eropa, para petani tidak diperkenankan pindah ke tempat lain yang dikehendaki tanpa persetujuan sang patron (bangsawan). Akibatnya, mereka tidak lebih sebagai milik pribadi sang patron. Sebaliknya, kesejahteraan para penggarap itu seharusnya ditanggung oleh sang patron.

Profesor Thomas Meyer (2003) menyatakan bahwa terdapat tiga kekuatan ideologi yang berpengaruh besar dalam pembentukan tatanan politik baik nasional ataupun internasional. Ketiga ideologi tersebut antara lain: fundamentalisme, libertarianisme dan demokrasi sosial. Fundamentalisme adalah sebuah ide yang berangkat dari penggunaan keyakinan religius untuk menciptakan tujuan politik tertentu yang sifatnya tertutup secara politik, sosial dan ideologi. Biasanya sifatnya radikal dan seringkali menghalalkan penggunaan kekerasan. Bagaimanapun juga, fundamentalisme melekat dalam setiap peradaban manusia. Fundamentalisme ini dapat diredam melalui instrumen demokrasi yang menjamin partisipasi seluruh kelompok masyarakat. Berbeda dengan fundamentalisme, libertarianisme dan demokrasi sosial sama-sama berakar pada tradisi liberalisme.Pasar bebas merupakan perwujudan dari sistem ekonomi yang menekankan pada kebebasan individu untuk menciptakan kekayaan. Bila diharuskan untuk menyebutkan kriteria public goods, maka libertarianisme hanya mengakui aspek-aspek yang berada di bawah kontrol pemerintah sebagai wujud public goods, yaitu pertahanan nasional, serta hukum dan perangkat regulasi yang berfungsi melindungi hak-hak asasi manusia. Ide libertarianisme ini ditolak oleh demokrasi sosial. Demokrasi sosial berpendapat bahwa perlindungan hak asasi manusia dan sistem demokrasi yang menjamin keterwakilan saja tidak cukup. Pasar yang bebas harus berada di bawah visible hand, yaitu kontrol pemerintah. Kontrol pemerintah ini diperlukan untuk menjamin adanya pemerataan distribusi kebutuhan manusia yang adil. Libertarianisme sangat antipati terhadap konsep power yang terkonsentrasi karena mengacu  pada  pernyataan  Lord  Acton bahwa .power tends to corrupt and absolute power  corrupts  absolutely. Pembatasan kekuasaan negara ini juga ditujukan untuk perlindungan hak-hak individu dan warga negara dari tekanan represi pemerintah.  Mengenai dasar filosofi pasar bebas, Boaz menyatakan bahwa untuk bertahan dan berkembang  individu  membutuhkan aktivitas ekonomi. Pasar bebas merupakan perwujudan  dari  sistem  ekonomi  yang menekankan  pada  kebebasan  individu untuk  menciptakan  kekayaan. Bila diharuskan untuk menyebutkan kriteria public goods, maka libertarianisme hanya mengakui  aspek-aspek  yang  berada  di bawah kontrol pemerintah sebagai wujud public goods,  yaitu  pertahanan  nasional, serta hukum dan perangkat regulasi yang berfungsi melindungi hak-hak asasi manusia. Ide  libertarianisme  ini  ditolak  oleh demokrasi  sosial. Demokrasi  sosial berpendapat bahwa perlindungan hak asasi manusia  dan  sistem  demokrasi  yang menjamin keterwakilan saja tidak cukup.  Pasar yang tidak  terkontrol.  dikhawatirkan  justru hanya semakin memperkaya individu yang kaya, dan semakin memurukkan kalangan miskin. 
Berangkat dari pembahasan yang telah dibeberkan, dapatlah ditarik kesimpulan  betapa pentingnya disiplin-disiplin seperti falsafah, ilmu sosial dan humaniora atau ilmu-ilmu kebudayaan, termasuk yang berasal dari khazanah intelektual Timur dan Islam; dikaji dan diajarkan lebih bersungguh-sungguh di lembaga-lembaga pendidikan menengah dan tinggi kita. Melalui kajian yang mendalam terhadap disiplin-disiplin ini bangsa kita dapat membekali dirinya secara lebih baik dalam perjalanannya menuju masa depan yang kian tidak menentu. Sebab untuk dapat menentukan arahnya ke depan yang lebih baik dan cerah, tidak mungkin suatu bangsa dapat melakukannya tanpa  terlebih dahulu merubah pandangan dunia (weltanschauung) dan falsafah hidupnya, pola pikir dan orientasi budayanya.
Referensi:                                                                                                                                              Mannheim, Karl. (1950). Man and Society in an Age of Reconstruction. New York: Harcourt, Brace.
Matson, Floyd (1966). The Broken Image: Man, Science and Society.  Garden City new York: Double Day & Company Inc.
Mertineau, Harriet .(1943). The Positive Philosopy of August Comte. London: University Press Meyer ,Thomas. 2003. Sosialisme-Demokrasi Dalam Teori dan Praktek. Jogjakarta:CSDS
Muller,  Herbet J. (1964). Science and Criticism: The Humanistic Tradition in Contemporary Thought. New Haven and London: Yale University Press.
Meyer, Thomas. (2003). Sosialisme-Demokrasi Dalam Teori dan Praktek. Jogjakarta:CSDS
Salomon, Albert . (1955). The Tiranny of Progress: Reflections on the Origin of Sociology. New York: Noonday Press.
William Outhwaite [ed]. 2008. The Blackwell Dictionary of Modern Social Though. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

No comments:

Post a Comment

Keunggulan Geostrategis Indonesia

letak Indonesia berada di antara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia letak Indonesia berada di antara dua samudra yaitu Samudra ...