Monday 3 October 2016

Kritik terhadap metode Cartesian-Newtonian pada dekade akhir abad ke-20 berasal dari Fritjof Capra, dalam bukunya “titik balik peradaban”, cobalah Anda buat analisisnya!



Jawab:
Kritik Fritjof Capra (2007), dalam bukunya “titik balik peradaban”, analisisnya metode Cartesian dan Newtonian kadaluarsa. Bagi Capra, fisika Cartesian dan Newtonian telah salah memandang alam semesta. Seluruh materi hanya dianggap sebagai benda mati.
“The ‘Cartesian’ division allowed scientists to treat matter as dead and completely separate from themselves, and to see the material world as a multitude of different objects assembled into a huge machine. Such a mechanistic world view was held by Isaac Newton who constructed his mechanics on its basis and made it the foundation of classical physics. From the second half of the seventeenth to the end of the nineteenth century, the mechanistic Newtonian model of the universe dominated all scientific thought. It was paralleled by the image of a monarchial God who ruled the world from above by imposing his divine law on it. The fundamental laws of nature searched for by the scientist were thus seen as the laws of God, invariable and eternal, to which the world was subjected.”
Dengan argumentasinya ini, Capra menyerang pendekatan Cartesian, Newtonian dan sekaligus menyerang Kekristenan, dengan asumsi bahwa pandangan dunia materi itu mati adalah salah, dan bahwa Tuhan memerintah dunia inipun juga salah. Capra beranggapan bahwa dunia ini terdiri dari materi yang hidup, sehingga seluruh paradigma Cartesian dan Newtonian sama sekali tidak dapat dipakai lagi. Akibatnya paradigma sains perlu diganti dengan paradigma dari sains modern, yang mengacu kepada teori Relativitas.
Fritjop Chapra (2007: 27-28) menyebutkan bahwa sains modern menganut paradigma mekanistik-positivisme Cartesian-Newtonian yang memisahkan antara pikiran dan materi sehingga membawa kita pada pandangan alam semesta sebagai sebuah sistem mekanis yang terdiri dari benda-benda yang terpisah, yang nantinya bisa direduksi menjadi balok-balok bangunan materi pokok yang sifat-sifat dan interaksinya dianggap sangat menentukan semua fenomena alam. Pandangan alam semesta Cartesian semacam ini kemudian dikembangkan lebih jauh hingga pada organisme hidup, yang dianggap sebagai mesin yang dibangun atas bagian-bagian yang terpisah. Kita akan melihat bahwa konsep dunia mekanis semacam ini masih menjadi dasar bagi sebagian besar ilmu kita dan tetap memiliki pengaruh yang luar biasa pada banyak aspek kehidupan kita. Konsep ini telah menimbulkan pemisahan yang begitu terkenal dalam disiplin akademik dan sistem pemerintahan kita dan telah berfungsi sebagai dasar pemikiran untuk memperlakukan lingkungan alam seolah-olah terdiri dari bagian-bagian yang terpisah untuk dieksploitasi oleh berbagai kelompok yang berkepentingan.
Implikasi dari paradigma “Cartesian-Newtonian” secara positif berhasil mengembangkan sains dan teknologi yang memudahkan kehidupan manusia. Namun, di lain sisi mereduksi kompleksitas dan kekayaan kehidupan manusia itu sendiri. Pandangannya yang mekanistik terhadap alam telah melahirkan kemerosotan kualitas lingkungan seperti pencemaran udara, air, dan tanah serta masalah kesehatan yang mengancam balik kehidupan manusia. Paradigma ini juga cenderung memperlakukan manusia dan sistem sosial seperti mesin besar yang diatur menurut hukum-hukum objektif, mekanis, deterministik, linier, dan materialistik. Pandangan dunia inilah yang melahirkan berbagai krisis global yang disebut oleh Chapra sebagai “penyakit-penyakit peradaban”. (Chapra, 2007: 7)
Capra (2000) yang menyatakan kerusakan di dunia ini disebabkan oleh pandangan dunia mekanistis ilmu pengetahuan berdasarkan Cartesian dan Newtonian, dan untuk merubahnya ke masa depan yang lebih baik berdasarkan paradigma yang holistik tentang ilmu pengetahuan dan spiritualisme. Menurut Capra (2001) terdapat tradisi-tradisi mistik yang terdapat dalam setiap agama dan halqah-halqah mistikal itu bisa juga ditemukan pada banyak ajaran filsafat Barat. Paralel-paralel fisika moderen tidak hanya muncul dalam Veda Hinduisme, dalam I Ching, atau dalam sutra-sutra Budha, tetapi juga dalam fragmen-fragmen Heraclitus, dalam sufisme Ibnu Arabi, atau dalam ajaran-ajaran Don Juan, Sang Penyair. Kritik yang bertumpu kepada aliran ekonomi Neoklasik secara filosofis sebenarnya bertumpu kepada bias yang terlalu memutlakkan kepada paradigma positivisme, yang melihat realitas hanya dari sudut permodelan yang terlalu disederhanakan dengan bertumpu kepada analisis kuantitatif, ditunjang dengan pemakaian asumsi-asumsi yang sering tidak realistis. Realitas empiris yang terjadi merupakan refleksi dari kondisi deterministik serta hanyalah sebuah materi belaka dan bagaikan sebuah mesin, sehingga perbaikannya hanyalah bertumpu kepada unsur-unsur yang ada dalam mesin tersebut. Analisis yang terlalu sederhana dan steril ini pada kenyataannya bisa berlainan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi.
Referensi:                                                                                                                      
Capra, Fritjof. 2007. The Turning Point: Titik Balik Peradaban. Yogyakarta: Jejak
Capra, Fritjof. 2000. Titik Balik Peradaban; Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan. Jogjakarta: Yayasan Bentang Budaya.  

No comments:

Post a Comment

Keunggulan Geostrategis Indonesia

letak Indonesia berada di antara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia letak Indonesia berada di antara dua samudra yaitu Samudra ...