Marxisme, pada abad ke-19 dan 20 telah mengguncang
dunia, baik sebagai filsafah maupun sebagai ideologi.
1.
Cobalah anda kaji konsep-konsepnya yang
terpenting, seperti:
a.
Historis materialisme
Jawab:
Filosofi materialisme
yang dikatakan Marx adalah materialisme yang menggerakkan pikiran. Penggabungan
dua teori antara materialisme dan metode dialektika ini menghasilkan metode
materialisme dialektika. Dalam proses analisis metode dialektika materialisme,
Marx melihat materi, perlahan-lahan menganalisis hubungan-hubungan sosial yang
berhubungan dengan ekonomi, tenaga kerja, politik, dll. Dalam analisa sosial
sebagai kekuatan-kekuatan yang menentukan dalam sejarah manusia. Inilah yang
dikatakan oleh Marx sebagai historis
materialisme yang berepisentrum pada materi. Marx membangun teori historis
materialisme sebagai syarat mutlak dialektika materialis. Marx menilai bahwa
pada dasarnya manusia itu bebas, namun hegemoni ekonomi yang besar merubah dan
menentukan karakter manusia.
Menurut Giddens (1986), Materialisme Marx
tidak berangkat dari sesuatu ”posisi
antologi apapun juga yang di pikirkan secara logis” materialisme hanya
berangkat dari suatu bentuk pemahaman bahwa kesadaran manusia merurupakan
produk intraksi antar manusia dan dunia secara dialetik,di mana di dalam
intraksi tersebut, manusia secara aktif memberikan bentuk kepada dunianya,dan
demikian pula sebaliknya dunia juga memberikan bentuk kepada manusia. Marx
menafsirkan sejarah sebagai ”suatu proses penciptaan dan peguasaan serta
penciptaan ulang dari kebutuhan manusia yang terus-menerus.” di sini konsep
”kerja”, yang berarti interaksi-kreatif antara manusia dengan alam lebih
penting karena menjadi landasan dari masyarakat manusia.
Referensi:
Andi M Ramly. (2000). Peta Pemikiran
Karl Marx Materialisme Dialektis dan. Materialisme Historis. Yogyakarta: LKiS
Pelangi Aksara
Giddens, Anthony. (1986). Kapitalisme dan Teori-Teori Sosial
Modern. Jakarta: UI Press.
b.
Teori nilai lebih
Jawab:
Menurut Marx dalam Das
kapital (Susetiawan,
2000), ia menekankan bahwa untuk
mengungkapkan dinamika-dinamika yang mendasar dalam sistem kapitalis sebagai
sistem bekerja secara aktual. Marx menerima teori nilai tenaga kerja dari nilai
pasar suatu komoditi ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang menghasilkan
produksi itu. Nilai merupakan faktor utama menentukan harga komoditi.
Gagasan Marx dalam
hal ini selanjutnya dikenal dengan istilah “surplus
Value” atau teori nilai lebih
yaitu pertukaran yang tidak proporsional antara nilai pakai dan nilai tukar.
Dalam hal ini keuntungan yanng lebih besar dimiliki oleh para kapitalis, dan
buruh tidak berkuasa atas nilai lebih yng telah dihasilkannya sebagai tenaga
kerja.
Referensi:
Susetiawan, DR.(2000). Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
c.
Teori konflik
Jawab:
Teori Konflik Karl
Marx (1818- 1883) didasarkan pada pemilikan sarana-sarana produksi sebagai
unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.
Marx mengajukan
konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Pada abad ke-19
di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin
sebagai kelas proletar. Kedua kelas
ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan
eksploitasi terhadap kaum proletar dalam
proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu
eksis (false consiousness) dalam diri
proletar, yaitu berupa rasa menyerah
diri, menerima keadaan apa adanya tetap terjaga. Ketegangan hubungan antara
kaum proletar dan kaum borjuis
mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan
tersebut terjadi jika kaum proletar
telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.
Referensi:
Susetiawan,
DR.(2000). Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://sriyanto-geo.blogspot.com/2010/04/perkuliahan-pis-13-april-2010-teori.html
d.
Masyarakat tanpa kelas pada Diktator Proletariat
Jawab:
Pandangan Marx tentang perdamaian adalah adanya perjuangan kelas buruh yang
sampai pada pengakuan akan perlunya diktator proletariat.
Hal ini merupakan upaya untuk merealisasikan masyarakat tanpa kelas. Pola
kemasyarakatan ini akan membentuk sistem sosialis dimana setiap orang akan
diperlukan kemampuannya dan pada setiap orang akan diberikan sesuai dengan
kebutuhannya. Pemikirannya tersebut sangat dipengaruhi oleh pandanganya
terhadap kapitalisme, dimana ia menganggap bahwa kapitalisme hanya akan
memperbesar kesenjangan antara si kaya dan si miskin.
Seusai penghancuran
kapitalisme dengan paksa, dan setelah perebutan kekuasaan yang didominasi
kapitalis, maka masyarakat akan masuk dalam suatu masa yang disebut masa
transisi. Dalam masa ini akan muncul kelas baru, yakni kelas proletar yang tidak hanya menekan-paksa
kelas pemodal, tetapi juga bergerak merebut kekuasaan. Dan, tentunya kelas proletar akan menggunakan kekuasaan
tersebut untuk mengatur masyarakat serta segenap aspek produksi. Sesudah itu
akan muncul masa diktator proletariat,
yakni suatu masa dimana kekuasaan dan semua aspek produksi yang dikuasai kaum proletar dipertahankan dengan cara
membentuk partai tunggal yang menjadi satu-satunya jalan sah untuk memasuki
ranah kekuasaan bahkan sangat menentukan kekuasaan yakni partai komunis. Demi
mempertahankan keadaan-keadaan yang telah diraih lewat revolusi kaum proletar tersebut, maka Marx
mensyaratkan partai komunis yang dibentuk oleh kaum proletar itu haruslah menjadi partai yang diktator.
Selanjutnya, diktator
proletariat akan diarahkan menuju
sebuah masyarakat yang memiliki tatanan baru. Di dalam tatanan baru itu, kelas-kelas
di dalam masyarakat dihapuskan. Di dalam masyarakat yang memiliki tatanan baru
tersebut, karena segenap aspek produksi dikuasai secara bersama dan
diorientasikan untuk kesejahteraan bersama, maka setiap orang akan dimintai
menurut kemampuannya, dan akan diberi menurut kebutuhannya. Pada akhirnya,
ketika masyarakat dengan tatanan baru tersebut tercipta, dan tatanan baru
tersebut telah bisa dijalankan dengan baik oleh masyarakat itu, maka
perlahan-lahan keberadaan negara ditiadakan. Negara yang telah lenyap itu
berganti dengan lahirnya “masyarakat komunis”, atau yang populer di kalangan
sosialis sebagai “masyarakat tanpa kelas”
Referensi:
Karl
Marx dan Perdamaian Oleh Fr. Wahono Nitiprawiro,Moh. Sholeh
Isre,Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) hal 21
2.
Buatlah analisis tentang aplikasi
Marxisme, baik secara filsafah maupun sebagai ideologi (pilih salah satu negara
saja):
a. Di
Uni Soviet (1917 – 1990)
Jawab:
Uni Soviet merupakan
federasi negara-negara sosialis komunis yang dirintis berdirinya oleh Lenin dengan kaum Bolsheviknya setelah
dapat menggulingkan kekuasaaan Tsar Nicolas II tahun 1917 melalui Revolusi
Bolshevik. Tahun 1922 Lenin mengganti Rusia menjadi Uni Soviet dengan Lenin
sebagai pemimpinnya. Federasi ini beranggotakan antara lain Rusia, Lithuania,
Latvia, Belarusia, Ukraina, Armenia, Georgia, dan Estonia. Mereka disatukan di
bawah kekuasaan Partai Komunis Uni Soviet.
Komunisme pada awal
kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap faham kapitalisme
di awal abad ke-19an, dalam suasana yang
menganggap bahwa kaum buruh
dan pekerja tani
hanyalah bagian dari produksi
dan yang lebih mementingkan kesejahteraan ekonomi.
Dalam perkembangan selanjutnya, muncul beberapa faksi
internal
dalam komunisme antara penganut komunis teori dengan komunis revolusioner yang
masing-masing mempunyai teori dan cara perjuangannya yang saling berbeda dalam
pencapaian masyarakat sosialis
untuk menuju dengan apa yang disebutnya sebagai masyarakat utopia.
Komunisme sebagai
anti-kapitalisme menggunakan sistem partai komunis
sebagai alat pengambil alihan kekuasaan dan sangat menentang kepemilikan
akumulasi modal atas individu. pada prinsipnya semua adalah direpresentasikan
sebagai milik rakyat dan oleh karena itu, seluruh alat-alat produksi harus
dikuasai oleh negara guna kemakmuran rakyat secara merata akan tetapi dalam
kenyataannya hanya dikelolah serta menguntungkan para elit partai, Komunisme
memperkenalkan penggunaan sistim demokrasi keterwakilan yang dilakukan oleh
elit-elit partai komunis oleh karena itu sangat membatasi langsung demokrasi
pada rakyat yang bukan merupakan anggota partai komunis karenanya dalam paham
komunisme tidak dikenal hak perorangan sebagaimana terdapat pada paham liberalisme.
Secara umum komunisme
berlandasan pada teori Dialektika materi
oleh karenanya tidak bersandarkan pada kepercayaan agama dengan demikian
pemberian doktrin pada rakyatnya, dengan prinsip bahwa "agama dianggap
candu" yang membuat orang berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari
pemikiran ideologi lain karena dianggap tidak rasional
serta keluar dari hal yang nyata (kebenaran materi).
Marx mengklaim bahwa
ajarannya bukan sekedar kerinduan etis maupun tuntutan moral, tapi berdasarkan
analisis hukum perkembangan masyarakat, ajarannya disebut Sosialisme Ilmiah.
Berdasarkan analisis menggunakan metode dialektika Hegelian, Marx berpendapat
bahwa masyarakat berubah melalui kontradiksi-kontradiksi tertentu. Di zaman
perbudakan, konflik terjadi antara “tuan” dengan “budak”, pertentangan ini
selesai dengan munculnya zaman feodalisme. Masa ini tidak lagi mengenal
perbudakan tapi muncul konflik kelas baru antara “tuan tanah” dan “penggarap
tanah”. Feodalisme diselesaikan dengan munculnya masyarakat perkotaan yang
tidak lagi terkonsentrasi pada pertanian tapi beralih pada mesin-mesin
industri, di sini muncul pertentangan kelas antara kaum pemilik modal atau
kapitalis dengan kaum proletar yaitu
buruh. Sintesis dari pertentangan ini menurut Marx adalah hancurnya kapitalisme
dan munculnya komunisme (Kurniawan, 1999: 62-63). Pemikiran Karl Marx dikembangkan
oleh Vladimir Ilych Lenin, seorang pemikir sekaligus organisatoris asal Rusia.
Jika Marxisme percaya pada dinamika perkembangan masyarakat terjadi lewat
kemajuan ekonomi yang menimbulkan pertentangan kelas, dalam pandangan Lenin hal
itu tidak cukup. Sebuah revolusi tidak akan muncul dengan sendirinya tapi harus
digerakkan oleh elit revolusioner, yaitu partai komunis yang memegang monopoli
kekuasaan.
Lenin mempunyai
beberapa perbedaan pemikiran dengan Marx, antara lain karena perbedaan latar
belakang. Marx seorang sarjana dan ahli polemik sedangkan Lenin ahli organisasi
dan praktisi politik. Karl Marx percaya pada keunggulan ekonomi terhadap
politik sedangkan Lenin percaya pada keunggulan Politik atas ekonomi. Jika Marx
menganut keyakinan bahwa semua negara pasti akan melalui tahapan-tahapan
kapitalisme sebelum menjadi matang untuk revolusi komunis, Lenin berpandangan
revolusi komunis harus dilakukan oleh pimpinan komunis dan kaum revolusioner
profesional dengan cara menyerang serta menghancurkan sistem sosial dan politik
dalam kondisinya yang paling lemah dalam negara-negara yang perekonomiannya
belum maju, tanpa harus menunggu kapitalisme menjadi matang. Jika Marx
mengharapkan revolusi komunis akan memunculkan diktator proletariat yang bersifat sementara, terdiri berbagai partai dan
berfungsi menghancurkan sisa-sisa terakhir kapitalisme, maka diktator dalam
konsep Lenin adalah diktator yang bersifat politik, Diktator Proletariat, diktator partai komunis
atas kaum proletar (Ebenstein dan
Fogelman, 1987: 25-27). Dalam buku “Negara
dan Revolusi”, Lenin menyatakan bahwa Diktator Proletariat bukan berarti meniadakan lembaga perwakilan maupun
prosedur-prosedur pemilihan yang bebas dan demokratis. Yang ditentang oleh
Lenin adalah kekuasaan atau kediktatoran borjuis yang hanya menjadikan parlemen
sebagai tempat untuk membengkakkan birokrasi negara borjuis dan ajang
manipulasi para politisi elite (Sudjatmiko, 2000: xv). Bentuk diktator proletariat yang jadi acuan adalah
Komune Paris tahun 1817.
Menjelang akhir Perang
Dunia I, tepatnya bulan Maret 1917 rezim Tsar disingkirkan melalui revolusi tak
berdarah dan dibentuk pemerintahan sementara dipimpin Alexander Kerensky. Namun
Kerensky dinilai tidak mampu memahami hakekat komunisme dan gagal dalam
menjalankan pemerintahan barunya. Pada bulan April 1917 Kaum Bolshevik yang
dipimpin Lenin dan Trotsky menjatuhkan pemerintahan sementara dan berhasil
merebut kekuasaan pada bulan November 1917. Setahun kemudian Bolshevik ganti
nama menjadi Partai Komunis dan pada tahun 1922 Republik Soviet non Rusia
seperti Polandia, Hongaria, Cekoslovakia, Bulgaria dan Rumania bergabung dalam
kesatuan Serikat Republik-Republik Soviet Sosialis (Uni Soviet). Pada tahun 1923
Soviet dipimpin oleh Stalin. Untuk mengokohkan mental anggota partai, Stalin
merumuskan sebuah ideologi yang disebut Marxisme-leninisme.
Ideologi ini terdiri dari tiga bagian: filsafat; ekonomi politik; strategi dan
taktik perjuangan sosialis. Bagian filsafat berisi dua point, Materialisme
Dialektis yang menyatakan seluruh realitas adalah hasil perkembangan materi
menurut hukum dialektika dan tidak ada tuhan, sedang yang kedua Materialisme
Historis berisi ajaran tentang hukum perkembangan masyarakat sebagaimana ajaran
Marx-Engels. Ajaran ekonomi politiknya juga diambil dari kritik Marx terhadap
kapitalisme, sedangkan strategi dan taktik perjuangannya berisi ajaran Lenin
tentang perjuangan partai dan revolusi (Suseno, 1992: 53).
Sebagai ideologi,
pemikiran-pemikiran Marx dan Lenin disederhanakan, diringkas, direduksi dan
menuntut kepatuhan. Menurut Engels, istilah komunisme sebenarnya dipakai untuk
menamakan pemikiran mereka tentang bagaimana membebaskan kaum tertindas dan
untuk membedakan dari jenis sosialisme lainnya. Tapi komunisme yang dikenal
kemudian adalah ajaran yang sepenuhnya bersifat ideologis, berfungsi sebagai
“alat perang” untuk mencapai kemenangan. Semakin lama idologi makin mengeras
dan sulit dikoreksi, penganutnya semakin buta, menyederhanakan realitas dan
lama-kelamaan kehilangan akal pikirannya sendiri (Setiawan, 2000: 49). Pada awal tahun 1990
dibawah kepemimpinan Gorbacev komunisme hancur, ditandai dengan runtuhnya Uni
Soviet. Komunisme runtuh antara lain karena kegagalan sistem ekonomi sosialis
yang dijalankannya gagal mewujudkan cita-citanya untuk mensejahterakan rakyat
dan kurangnya penghargaan terhadap martabat manusia. Dalam sistem sosialisme
total, ekonomi perencanaan bersifat terpusat dan tidak ada kontrol yang
demokratis sehingga menghasilkan inefisiensi, salah arus, sikap acuh tak acuh,
malas, tidak mempunyai motivasi, terjadi hambatan birokratis, dan korupsi yang
semakin melumpuhkan perekonomian (Suseno, 1992: 54). Sebab lain keruntuhan
komunis adalah gagalnya implementasi diktator proletariat dalam bentuk partai tunggal. Sebenarnya diktator proletariat merupakan bentuk transisi
dari penghilangan semua kelas sosial sehingga tercipta masyarakat tanpa kelas,
partai inilah yang menentukan arah gerak masyarakat selanjutnya. Namun yang
muncul kemudian adalah kelas sosial baru, yaitu kelas birokrat yang menjadikan
negara sebagai perusahaan raksasa (Corporate
State).
Pada waktu Uni Soviet
dipimpin oleh Michael Gorbachev,
ia melontarkan ide pembaharuan atau restrukturisasi melalui Glasnot (Keterbukaan), dan Perestroika (demokratisasi). Hal ini dimaksudkan untuk
mengejar ketertinggalan Uni Soviet dalam bidang ekonomi dan politik
dibandingkan dengan negara-negara Eropa Barat. Tetapi setelah gagasan itu
disampaikan oleh Michael Gorbachev muncul berbagai pergolakan di berbagai
Republik bagian Uni Soviet, hingga pada akhirnya Gorbachev tidak mampu
merngendalikannya. Pembaharuan dan perubahan yang tadinya dimaksudkan untuk
memajukan Uni Soviet justru menjadi sebab utama runtuhnya Uni Soviet. Secara umum sebab-sebab runtuhnya Uni Soviet
adalah sistem Marxisme ternyata
tidak memiliki kontrol efektif baik terhadap bidang politik maupun ekonomi,
1.
Marxisme tidak memiliki kelenturan
dalam menghadapi perubahan jaman,
2.
Kebijakan Gorbchevtentang Pertestroika
dan Glasnot bertentangan dengan Marxisme,
3. Adanya kebijakan lain dari Gorbachev
yang membahayakan keberadaan sosialisme komunisme,antara lain:
o menjalankan
sistem pasar bebas di UnI Soviet,
o merestui
berdirinya pemerintahan koalisi non komunis di Polandia,
o membiarkan
dibukanya Tembok Berlin,
o membiarkan
diktator komunis Rumania Ceausescu dijatuhkan,
o mengususlkan
adanya ,multipartai dan dihapuskannya monopoli Partai Kominis Uni Soviet,
o membiarkan
negara-negara Eropa Timur melucuti kekuasaan partai Komunis,
4.
Marxisme yang lebih mengandalkan kekuatan
kaum buruh, tidak sesuai dengan keadaan Uni Soviet yang sebagian besar
penduduknya kaum petani yang ingin mempunyai hak milik.
Rererensi:
William Ebenstein dan Edwin Fogelman. 1987. Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta: Erlangga.
Suseno. FM. 1992. Motivasi Manusia dalam Budaya dan Agama. Yogyakarta: Kanisius . Susetiawan, DR. 2000. Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suseno. FM. 1992. Motivasi Manusia dalam Budaya dan Agama. Yogyakarta: Kanisius . Susetiawan, DR. 2000. Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
No comments:
Post a Comment