1.
Kritik Terhadap Metode Cartesian-Newtonian Pada Dekade Akhir Abad
Ke-20 Berasal Dari Fritjof Capra, Dalam Bukunya “Titik Balik Peradaban”,
Cobalah Anda Buat Analisisnya!
Jawab:
Kritik Fritjof Capra (2007), dalam
bukunya “titik balik peradaban”, analisisnya metode Cartesian dan Newtonian kadaluarsa.
Bagi Capra, fisika Cartesian dan Newtonian telah salah memandang alam
semesta. Seluruh materi hanya dianggap sebagai benda mati.
“The
‘Cartesian’ division allowed
scientists to treat matter as dead and completely separate from themselves, and
to see the material world as a multitude of different objects assembled into a
huge machine. Such a mechanistic world view was held by Isaac Newton who
constructed his mechanics on its basis and made it the foundation of classical
physics. From the second half of the seventeenth to the end of the nineteenth
century, the mechanistic Newtonian
model of the universe dominated all scientific thought. It was paralleled by
the image of a monarchial God who ruled the world from above by imposing his
divine law on it. The fundamental laws of nature searched for by the scientist
were thus seen as the laws of God, invariable and eternal, to which the world
was subjected.”
Dengan argumentasinya ini, Capra
menyerang pendekatan Cartesian, Newtonian dan sekaligus menyerang
Kekristenan, dengan asumsi bahwa pandangan dunia materi itu mati adalah salah,
dan bahwa Tuhan memerintah dunia inipun juga salah. Capra beranggapan bahwa
dunia ini terdiri dari materi yang hidup, sehingga seluruh paradigma Cartesian dan Newtonian sama sekali tidak dapat dipakai lagi. Akibatnya paradigma
sains perlu diganti dengan paradigma dari sains modern, yang mengacu kepada
teori Relativitas.
Fritjop Chapra (2007: 27-28) menyebutkan
bahwa sains modern menganut paradigma mekanistik-positivisme Cartesian-Newtonian yang memisahkan antara pikiran dan materi sehingga
membawa kita pada pandangan alam semesta sebagai sebuah sistem mekanis yang
terdiri dari benda-benda yang terpisah, yang nantinya bisa direduksi menjadi
balok-balok bangunan materi pokok yang sifat-sifat dan interaksinya dianggap
sangat menentukan semua fenomena alam. Pandangan alam semesta Cartesian semacam ini kemudian
dikembangkan lebih jauh hingga pada organisme hidup, yang dianggap sebagai
mesin yang dibangun atas bagian-bagian yang terpisah. Kita akan melihat bahwa
konsep dunia mekanis semacam ini masih menjadi dasar bagi sebagian besar ilmu
kita dan tetap memiliki pengaruh yang luar biasa pada banyak aspek kehidupan
kita. Konsep ini telah menimbulkan pemisahan yang begitu terkenal dalam
disiplin akademik dan sistem pemerintahan kita dan telah berfungsi sebagai
dasar pemikiran untuk memperlakukan lingkungan alam seolah-olah terdiri dari
bagian-bagian yang terpisah untuk dieksploitasi oleh berbagai kelompok yang
berkepentingan.
Implikasi dari paradigma “Cartesian-Newtonian” secara positif berhasil mengembangkan sains dan
teknologi yang memudahkan kehidupan manusia. Namun, di lain sisi mereduksi
kompleksitas dan kekayaan kehidupan manusia itu sendiri. Pandangannya yang
mekanistik terhadap alam telah melahirkan kemerosotan kualitas lingkungan
seperti pencemaran udara, air, dan tanah serta masalah kesehatan yang mengancam
balik kehidupan manusia. Paradigma ini juga cenderung memperlakukan manusia dan
sistem sosial seperti mesin besar yang diatur menurut hukum-hukum objektif,
mekanis, deterministik, linier, dan materialistik. Pandangan dunia inilah yang
melahirkan berbagai krisis global yang disebut oleh Chapra sebagai
“penyakit-penyakit peradaban”. (Chapra, 2007: 7)
Capra (2000) yang menyatakan
kerusakan di dunia ini disebabkan oleh pandangan dunia mekanistis ilmu
pengetahuan berdasarkan Cartesian dan
Newtonian, dan untuk merubahnya ke
masa depan yang lebih baik berdasarkan paradigma yang holistik tentang ilmu
pengetahuan dan spiritualisme. Menurut Capra (2001) terdapat tradisi-tradisi
mistik yang terdapat dalam setiap agama dan halqah-halqah mistikal itu
bisa juga ditemukan pada banyak ajaran filsafat Barat. Paralel-paralel fisika
moderen tidak hanya muncul dalam Veda Hinduisme, dalam I Ching, atau
dalam sutra-sutra Budha, tetapi juga dalam fragmen-fragmen Heraclitus,
dalam sufisme Ibnu Arabi, atau dalam ajaran-ajaran Don Juan, Sang Penyair. Kritik
yang bertumpu kepada aliran ekonomi Neoklasik secara filosofis sebenarnya
bertumpu kepada bias yang terlalu memutlakkan kepada paradigma positivisme,
yang melihat realitas hanya dari sudut permodelan yang terlalu disederhanakan
dengan bertumpu kepada analisis kuantitatif, ditunjang dengan pemakaian
asumsi-asumsi yang sering tidak realistis. Realitas empiris yang terjadi
merupakan refleksi dari kondisi deterministik serta hanyalah sebuah materi
belaka dan bagaikan sebuah mesin, sehingga perbaikannya hanyalah bertumpu
kepada unsur-unsur yang ada dalam mesin tersebut. Analisis yang terlalu
sederhana dan steril ini pada kenyataannya bisa berlainan dengan kenyataan yang
sebenarnya terjadi.
Referensi:
Capra,
Fritjof. 2007. The Turning Point: Titik Balik Peradaban. Yogyakarta: Jejak
Capra, Fritjof. 2000. Titik Balik Peradaban;
Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan. Jogjakarta: Yayasan Bentang
Budaya.
No comments:
Post a Comment