Tuesday 5 November 2019

LANDASAN FILOSOFIS KURIKULUM IPS


PERNYATAAN

Pendidikan IPS adalah pendidikan yang amat penting dalam mengembangkan perilaku sosial, kemampuan komunikasi dan kemampuan sosial, serta peduli dengan masyarakat sekitar, bangsa, dan ummat manusia. Melalui pendidikan IPS anak didik memahami dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan menjadi warganegara yang produktif dan kreatif. Sayangnya, keadaan pendidikan IPS masa kini masih belum mampu mengembangkan tujuan dan perannya yang sangat penting tersebut. Pendidikan IPS belum menarik, masih dianggap beban, dan belum memberikan manfaat yang sesungguhnya. Oleh karena itu penyempurnaan pendidikan IPS adalah sesuatu yang perlu dilakukan segera. Kajian terhadap diri sendiri dan negara lain perlu dilakukan untuk mengetahui apa yang perlu dikembangkan terus dari apa yang pernah dilakukan di negara sendiri dan negara lainnya.
________________________________________________________________________

PERTANYAAN

1.      Jelaskan landasan filosofis kurikulum IPS yang sesuai dengan pernyataan di atas!
Jawab:
Pengembangan suatu kurikulum harus memiliki landasan filosofis. Hal ini perlu dilakukan agar memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam implementasinya. Secara teoritis, terdapat beberapa pandangan filosofi kurikulum IPS yaitu esensialisme, perenialisme, progresivisme dan rekonstruksionisme.
Ø  Esensialisme adalah aliran yang menekankan bahwa kurikulum harus menekankan pada penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa pendidikan pada dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Kurikulum yang dikembangkan dalam aliran esensialisme adalah kurikulum disiplin ilmu. Tujuan utama implementasi kurikulum menurut aliran ini adalah intelektualisme (S. Hamid Hasan, 1996 : 57-58). Proses belajar mengajar yang dikembangkan adalah peserta didik harus memiliki kemampuan terhadap penguasaan disiplin ilmu. Implementasi pembelajaran seperti ini akan lebih banyak menekankan pada dominasi guru yang berperan daripada peserta didik. Dengan adanya dominasi guru dalam pembelajaran, maka akan menekankan pembelajaran yang academic exellence and cultivation of intelect, daripada kemampuan untuk mengembangkan proses inquiry guna memproduksi pengetahuan baru (Nana Supriatna, 2007 : 31-32). Sekolah yang baik dalam pandangan aliran filsafat esensialis adalah sekolah yang mampu mengembangkan intelektualisme peserta didik. Implementasi mata pelajaran IPS menurut aliran esensialis akan lebih menekankan pada aspek kognitif belaka daripada aspek afektif. Peserta didikbelajar akan lebih berorientasi pada pemahaman konsep-konsep daripada penerapan materi yang ada pada IPS bagi kehidupan sehari-hari.
Ø  Perenialisme memadang bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan ini, kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan pandangan perernialisme menjadikan peserta didik sebagai warga negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh negara. Pandangan perenialis lebih menekankan pada transfer of culture, seperti dalam kurikulum IPS yang bertujuan pada pembangunan jati diri bangsa pada peserta didik, yang menuju tercapainya integrasi bangsa (Nana Supriatna, 2007 : 31).
Ø  Progresivisme memandang bahwa sekolah memiliki tujuan yaitu meningkatkan kecerdasan praktis dan membuat peserta didik lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang disajikan. Masalah tersebut ditemukan berdasarkan pengalaman peserta didik. Pembelajaran yang harus dikembangkan menurut aliran filsafat progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya dan mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif sebagai warga negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Nana Supriatna, 2007: 32). Implementasi dalam pandangan filsafat progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran IPS mampu membekali kepada peserta didik agar dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya. Masalah-masalah tersebut misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja, narkoba, dan lain-lain. Jadi pembelajaran yang ditekankan dalam aliran progresivisme lebih bersifat implementatif.
Ø  Rekonstruksionisme berpendapat bahwa sekolah harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokratis yang mendunia. Aliran ini menghendaki agar setiap individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses pembelajaran guna memproduksi pengetahuan baru (Nana Supriatna, 2007 : 32). Aliran filsafat ini lebih menekankan agar peserta didik dalam pembelajaran mampu menemukan (inquri). Penemuan ini bersifat informasi baru bagi peserta didik berdasarkan bacaan yang ia lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hanya hasil. Aktivitas peserta didik menjadi prioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran. Dengan cara seperti ini diharapkan peserta didik mampu menemukan (inquiri) suatu informasi baru yang berguna bagi dirinya. Dalam implementasi pembelajaran IPS, misalnya peserta didik mempelajari fakta-fakta yang ada di sekelilingnya. Berdasarkan fakta-fakta tersebut akhirnya peserta didik menemukan definisi mengenai sesuatu, tanpa harus didefinisikan lebih dahulu oleh guru. Misalnya diperkenalkan adanya fakta orang-orang yang melakukan kegiatan jual-beli. Setelah melihat aktivitas orang-orang tersebut akhirnya peserta didik menemukan definisi mengenai penjualan, pembelian, penawaran, pasar, uang, dan lain-lain. Agar proses inquri dalam pembelajaran ini dapat terjadi kepada peserta didik, maka guru tidak memberikan definisi tersendiri, biarkan peserta didik mencarinya berdasarkan fakta yang ia temukan.

Landasan filosofis yang digunakan sebaiknya landasan progresivisme dan rekonstruksionisme. Kedua landasan filosofis ini penting, mengingat kurikulum IPS masa depan haruslah memiliki muatan materi yang senantiasa dapat menangkap kecenderungan-kecenderungan perubahan yang akan terjadi di masa depan. Hal ini perlu dilakukan mengingat perubahan yang terjadi di luar sekolah begitu cepatnya yang terkadang tidak beriringan atau tidak dikejar oleh perubahan yang dilakukan oleh sekolah. Terjadi suatu kondisi yang berbanding terbalik, di luar sekolah begitu cepat sedangkan di sekolah perubahan terjadi lambat. Perubahan di luar sekolah banyak memberikan pengaruh terhadap kehidupan peserta didik. Saluran yang menjadi sarana bagi perubahan di luar sekolah khususnya media informasi. Berbagai informasi yang datang melalui media mempengaruhi terhadap perilaku kehidupan peserta didik. Bahkan pengaruh media di luar akan jauh lebih besar daripada perubahan yang diinginkan oleh peserta didik. Kondisi seperti ini harus disikapi dengan penyajian materi pelajaran yang bersifat kontekstual. Apa yang terjadi dan dilihat oleh peserta didik sebagai pengalaman hidupnya sehari-hari, harus menjadi sumber belajar utama. Model pembelajaran yang terlalu berorientasi pada buku ajar semata harus dihindari. Buku ajar hanya salah satu sumber belajar yang dipakai.

Pembelajaran IPS yang bersifat verbalisme dan lebih menekankan pada pemahaman yang bersifat teoritis belaka harus dikurangi. Cara pembelajaran ini lebih banyak dipengaruhi aliran filsafat esensialisme. Penerapan model pembelajaran yang demikian akan menyebabkan materi pelajaran yang diterima oleh peserta didik akan menjauh dari lingkungan sosial dimana dia berada. Peserta didik tidak mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Sedangkan dampak akselerasi perubahan yang dihadapi oleh peserta didik dapat menimbulkan permasalahan kehidupan yang begitu kompleks. Oleh sebab itu, pembelajaran yang dilakukan haruslah model pembelajaran yang dapat memberikan pembekalan kepada peserta didik untuk dapat memecahkan masalah yang ia hadapi. Landasan filsafat kurikulum yang harus dipegang adalah filsafat yang mengajarkan kecerdasan praktis dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi sendiri oleh peserta didik. Konsep-konsep atau teori yang diterima oleh peserta didik haruslah menjadi alat bagi peserta didik dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Dalam memecahkan masalah tersebut terjadi proses menemukan (inquiri) informasi baru. Informasi baru ini diharapkan dapat menjadi bahan pengetahuan peserta didik dalam mensikapi perubahan-perubahan yang terjadi baik saat sekarang maupun di masa yang akan datang. Dengan demikian konsep atau teori yang dipelajari dalam IPS haruslah memiliki muatan nilai praktis.Mengingat latar belakang

Pendidikan IPS harus mampu mengatasi masalah-masalah sosial kontemporer pada masyarakat seperti rendahnya etos kerja dan menurunnya jiwa kewirausahaan. Hal tersebut sesuai dengan hakikat IPS yaitu bidang studi tentang tingkah laku kelompok umat manusia (the study of the group behavior of human beings) (Calhoun (1971:42). yang sumber-sumbernya digali dari kehidupan nyata di masyarakat. Untuk itu pembelajaran IPS yang diramu dalam kurikulum harus memiliki peran penting dalam menyiapkan peserta didik mengembangkan nilai-nilai kerja keras, hemat, jujur, disiplin, kecintaan pada diri dan lingkungannya serta memiliki semangat kewirausahaan (Nana Supriatna, 2007:2). Hal itu senada dengan pendapat Nursid Sumaatmaja yang menyatakan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa kehidupan masyarakat (1980:20). Sesuai dengan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan peraturan pemerintah yang mengatur tingkat satuan pendidikan (dasar sampai menengah), maka batasan ruang lingkup materi (scope) IPS yang harus dikaji peserta didik perlu diperhatikan. Dari pokok kajian yang ada, mana yang harus dipelajari peserta didik dan mana yang tidak perlu mereka pelajari. Hal pokok tersebut adalah sesuatu yang mau tidak mau merupakan bagian dasar dari mereka yang akan belajar disiplin ilmu itu (Hamid Hasan, 1996).

IPS sebagai mata pelajaran yang mengkaji berbagai perilaku dan interaksi manusia dalam kehidupan sosial, memiliki aspek keruangan atau spasial. Aspek spasial tersebut adalah lokal, nasional dan global atau internasional. Visi mata pelajaran IPS dalam Aspek lokalitas dapat berfungsi untuk membangun jati diri. Perubahan-perubahan global yang menembus berbagai sektor kehidupan peserta didik tidak akan mencerabut nilai-nilai lokal yang sudah lama hidup dalam lingkungan sosial dimana peserta didik tinggal. Pemaknaan lokal bukan disikapi dengan sikap pelestarian, akan tetapi lebih pada pengembangan. Nilai-nilai lokal perlu dikembangan dan menjadi materi IPS yang ditempatkan pada kedudukan sejajar dengan nilai-nilai global. Aspek nasional dalam visi kurikulum IPS ke depan yaitu mata pelajaran IPS tetap harus menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Nasionalisme merupakan konsep politik yang terbentuk karena adanya latar belakang sejarah yang sama. Kesamaan latar belakang sejarah yang sama harus dapat menanamkan rasa memiliki terhadap negara Republik Indonesia. Kecintaan terhadap bangsa bukanlah merupakan doktrin ideologi negara yang bersifat pasif dan dogmatis, akan tetapi merupakan doktrin yang bersifat dinamis, artinya doktrin yang senantiasa menghadapi perubahan-perubahan yang sedang dan akan terjadi. Hal ini perlu ditanamkan dengan harapan agar ketahanan diri sebagai warga negara dapat terjaga ketika meghadapi gelombang perubahan. Perubahan yang menembus berbagai sendi kehidupan peserta didik jangan sampai mencerabut rasa kebangsaannya. Seorang peserta didik dapat bergaul dalam komunitas global tetapi dia tetap sebagai warga negara bangsa.

Kurikulum IPS sebagai mata pelajaran yang mempelajari berbagai kehidupan masyarakat yang kompleks haruslah dapat mengadopsi keragaman yang ada pada masyarakat bangsa Indonesia. Pengakuan terhadap eksistensi keragaman haruslah ditanamkan kepada diri peserta didik. Keragaman harus diakui sebagai realitas obyektif yang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam hal ini perlu dikembangkannya konsep multikultur dalam melihat realitas masyarakat Indonesia yang beragam. Hal yang harus dilakukan dalam melihat keragamanan ini adalah perlu dicari relasi di antara keragaman. Keragaman jangan disikapi dengan sikap dikotomi, yang membedakan secara tajam antara satu budaya dengan budaya yang lain, apalagi sampai menafikan terhadap eksistensi budaya yang lainnya. Sikap dikhotomi tersebut dapat menimbulkan masalah sosial yaitu terciptanya konflik sosial secara horizontal. Eklusivisme budaya harus dihindari, tetapi harus dibangun inklusivisme.

Aspek visi dalam konteks global (dalam, http://www.slideshare.net/Dwijosusilo/52-kajian-kebijakan-kurikulum-ips) adalah kurikulum IPS harus bisa membaca kecenderungan-kecenderungan yang terjadi pada era globaliasi. Ciri dari globalilsasi ini adalah terjadinya akselerasi perubahan yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi. Teknologi informasi telah menghilangkan batas-batas geografis antar wilayah atau belahan dunia. Selain itu, globalisasi telah menciptakan masyarakat yang semakin kompetitif. Oleh sebab itu kurikulum IPS harus mampu menciptakan peserta didik menjadi warga dunia yang memiliki keunggulan kompetitif. Dengan adanya kecenderungan globalisasi dan keinginan untuk menyesuaikan tuntutan kebutuhan serta aspirasi bangsa Indonesia di masa depan akan membawa implikasi terhadap perubahan-perubahan kebijakan, khususnya dalam bidang pendidikan. Misi pendidikan nasional adalah menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif yang adaptable terhadap perubahan dan kebutuhan stakeholders. Disamping itu, dapat menjawab fenomena empat pilar pendidikan (learning to know, learning to do learning to be, and learning to live together).


2.   Jelaskan mengenai pendekatan pengembangan kurikulum IPS masa kini dengan pendekatan kompetensi dibandingkan dengan pendekatan pada pengembangan kurikulum IPS kurikulum tahun 1975, 1984, dan 1994 (pilih salah satu kurikulum dan jenjang pendidikan)!
Jawab:

Ø  Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Kurikulum 1975
Pengembangan Kurikulum Tahun 1975 merupakan awal baru dalam sejarah pengembangan kurikulum di Indonesia. Kurikulum ini tidak dikembangkan oleh Kementerian/Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tetapi oleh suatulembaga di bawah kementerian tersebut yang dinamakan Pusat Pengembangan Kurikulum. Model pengembangan Kurikulum Tahun 1975 menjadi lebih jelas, baik dari segi pendekatan maupun tujuannya. Model pendekatan tujuan ini dikenal pula dengan nama model Tyler dan mempunyai pengaruh yang besar di Amerika Serikat. Pada fase ini pengaruh pendidikan Amerika Serikat mulai menguat di Indonesia terutama melalui para sarjana yang pulang dari belajar di negara tersebut. Selain model pengembangan, dalam kurikulum baru digunakan pula pendekatan pengembangan materi kurikulum yang berbeda dari kurikulum sebelumnya. Jika dalam kurikulum sebelumnya disebutkan nama disiplin ilmu-ilmu sosial sebagai nama mata pelajaran dalam kurikulum 1975 digunakan nama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Kurikulum pendidikan 1975 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut :
a         Berorientasi pada tujuan
b        Menganut pendekatan integrative
c         Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
d        Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur
e         Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
f         Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon dan latihan.

Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang menampilkan empat profil, yaitu :
a     Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus.
b        Pendidikan IPS terpadu untuk SD
c         Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep peyung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
d        Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG, dan IPS (ekonomi dan sejarah) untuk SMEA /SMK..
 Jadi, orientasi pendidikan IPS pada pendidikan disiplin ilmu jelas tergambarkan dalam dokumen kurikulum. Artinya, integrasi yang dimaksudkan adalah integrasi materi dari berbagai disiplin ilmu tersebut.


Ø  Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Kurikulum 1984
Kurikulum Tahun 1984 merupakan penyempurnaan Kurikulum Tahun 1975. Dalam kurikulum 1984, nama IPS hanya digunakan untuk menyebutkan nama mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar MI/SD dan MTs/SMP, sama seperti dalam Kurikulum 1975. DalamKurikulum 1984, PPKn merupakan mata pelajaran sosial khusus yang wajib diikuti semua peserta didik di SD, SMP dan SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam :
a       Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-VI.
b       Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah dan  ekonomi koperasi.
c        Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah Budaya di kelas III program IPS.

Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali dibahas dalam rangkaian pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI pertama di Bandung tahun 1989, Forum Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun 1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan Ujung Pandang, M. Numan Soemantri, pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu :
a     Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang duorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
b        Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP. PIPS adalah seleksi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS (eks IKIP, FKIP, STKIP),direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial, seperti pendidikan Geografi, Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan sosiologi, Pendidikan Sejarah dsb).
Bentuk keseriusan ahli pendidikan dan ahli ilmu-ilmu sosial khususnya mereka yang memiliki komitmen terhadap social studies atau pendidikan IPS sebagai program pendidikan di tingkat sekolah, maka mereka berusaha untuk memasukkan ilmu-ilmu sosial ke dalam kurikulum sekolah lebih jelas lagi. Namun karena tidak mungkin semua disiplin ilmu sosial diajarkan di tingkat sekolah, maka kurikulum ilmu sosial itu disajikan secara terintegrasi atau interdisipliner ke dalam kurikulum IPS (social studies). Jadi untuk program pendidikan ilmu-ilmu  sosial di tingkat pendidikan dasar dan menengah harus sudah mulai di ajarkan. Program pendidikan dasar di SD dan SMP penyajiannya secara terpadu penuh, sementara itu untuk pembelajaran IPS di tingkat SMA/MA dan SMEA penyajiannya bisa dilakukan secara terpisah antar cabang ilmu-ilmu sosial, tetapi tetap memperhatikan keterhubungannya antara ilmu sosial yang satu dengan ilmu sosial lainnya, terutama dalam rumpun jurusan IPS di SMA dan juga di SMEA. Sementara itu, pada tingkat perguruan tinggi pendidikan ilmu-ilmu sosial  disajikan secara terpisah atau fakultatif, seperti FE, FH, FISIP dsb. Namun untuk pendidikan IPS di FKIP/IKIP/STKIP yang mempersiapkan calon guru atau mendidik calon guru di tingkat sekolah, maka pendidikan IPS di berikan secara interdisipliner dan juga secara disipliner. Secara interdisipliner karena ilmu yang diperoleh nantinya untuk program pembelajaran untuk usia anak sekolah, dan secara disipliner karena sebagai guru juga harus menguasai ilmu yang diajarkan.
Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual Pendidikan IPS, dapat diidentifikasi objek telaah dari system pendidikan IPS, yaitu :
a         Karakteristik potensi dan perilaku belajar peserta didik SD, SLTP dan SMU.
b        Karakteristik potensi dan perilaku belajar peserta  didik FPIPS-IKIP atau JPIPS-STKIP/FKIP.
c         Kurikulum dan bahan belajar IPS SD, SLTP dan SMU.
d        Disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora dan disiplin lain yang relevan.
e         Teori, prinsip, strategi, media serta evaluasi pembelajaran IPS.
f         Masalah-masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknilogi yang berdampak sosial.
g        Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.

Ø  Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Kurikulum 1994
Kurikulum IPS Tahun 1994 adalah kurikulum yang akan digunakan pada tahun 1994. Seperti kurikulum sebelumnya, nama tahun digunakan bagi suatu kurikulum untuk menyatakan waktu mulai berlakunya. Sesuai dengan namanya, kurikulum ini mulai digunakan pada tahun 1994, yaitu pada tahun ajaran 1994/1995. Dalam Keputusan Mendikbud Nomor 060/U/1993 disebutkan bahwa pada jenjang pendidikan dasar terdapat mata pelajaran yang disebut ilmu pengetahuan sosial (IPS) yang mencakup ilmu bumi, sejarah (nasional dan umum), dan ekonomi. Walaupun kalangan iImuwan geografi tidak sependapat dengan istilah ilmu bumi dan keduanya dianggap tidak sama, dalam kurikulum ini yang dimaksudkan dengan ilmu bumi adalah geografi yang dikenal dalam kurikulum sebelumnya. Selanjutnya, keputusan yang sama menunjukkan bahwa mata pelajaran IPS memperhatikan pengertian dasar dari konsep-konsep pendidikan disiplin ilmu sosial yang menjadi anggota IPS.
Keputusan tersebut menunjukkan bahwa IPS sebagai suatu nama mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar memiliki anggota disiplin ilmu yang sama dengan kurikulum sebelumnya. Demikian juga kajian terhadap rancangan GBPP memperlihatkan bahwa pendekatan pengajaran yang integratif hanya berlaku untuk jenjang pendidikan dasar di MI/SD, sedangkan untuk jenjang pendidikan dasar di tingkat MTs/SMP pendekatan disiplin ilmu terpisah (separated disciplinary approach) merupakan sesuatu yang tetap dominan. Bahkan, dalam rancangan GBPP tersebut dinyatakan bahwa geografi, sejarah, dan ekonomi masing-masing mendapatkan jatah 2 jam pelajaran per minggu. Artinya, GBPP IPS MTs/SMP menyatakan bahwa tiap anggota kurikulum IPS itu bersifat mandiri dengan tujuan, materi, dan juga jam pelajaran yang terpisah. Bentuk pengajaran yang terpisah dan berdasarkan pendekatan disiplin ilmu itu terlihat secara jelas dalam setiap komponen GBPP (tujuan, pengalaman belajar, dan materi). Tampak di setiap kelas dan setiap catur wulan (sistem semester yang dianut Kurikulum 1984 diganti dengan satuan lama yaitu catur wulan, berlaku untuk pendidikan dasar, MI/SD dan MTs/SMP, serta pendidikan menengah MA/SMA). Komponen-komponen kurikulum untuk ketiga disiplin itu dijejerkan sehingga secara fisik terlihat dekat. Secara konseptual antara ketiganya tidak berhubungan. Dalam GBPP disebutkan bahwa kondisi ideal mengajarkan IPS di MTs/SMP dan MA/SMA adalah setiap disiplin ilmu dalam IPS diajarkan oleh guru yang berbeda. Hanya dalam kondisi yang tidak memungkinkan ketiga disiplin tersebut diajarkan oleh guru yang sama. Anjuran yang demikian tidak saja memperkuat kemandirian (ketiadaan hubungan antara ketiga disiplin itu dalam satu kurikulum yang sama), tetapi juga menunjukkan bentuk pendidikan ilmu-ilmu sosial yang diinginkan. Kiranya penggabungan ketiganya dalam satu kurikulum dengan nama IPS pada jenjang pendidikan MTs/SMP hanya untuk menghilangkan kesan padatnya materi kurikulum MTs/SMP dan untuk memperlihatkan keberhubungan semu dengan kurikulum IPS di MI/ SD. Posisi kurikulum semacam ini kurang menguntungkan, bila pendidikan ilmu-ilmu sosial di MTs/SMP diajarkan dalam bentuk terpisah, karena akan menampilkan ketidak seimbangan antara apa yang didefinisikan sebagai IPS pada bagian awal GBPP dengan kenyataan materi kurikulum. Pengertian IPS dalam kalimat pertama jelas memperlihatkan adanya upaya untuk menggunakan bentuk pendidikan IPS yang korelatif, tetapi apa yang dikemukakan dalam kalimat berikutnya menunjukkan pendekatan yang digunakan dalam kurikulum IPS didasarkan pada pendekatan disiplin terpisah.

Ø  Pengembangan kurikulum IPS masa kini
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Di samping itu, khusus dalam kurikulum SD, IPS pernah diusulkan digabung dengan Pendidikan kewarganegaraan yaitu menjadi pendidikan kewrganegaraan dan pengetahuan sosial (PKnPS), namun akhirnya kurikulum disempurnakan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006, antara IPS dan PKn dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan serta kepentingan pendidikan nasional dan politik bangsa yaitu perlunya pendidikan kewarganegaraan bangsa, maka antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama  yaitu membentuk warganegara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah secara terpisah dengan IPS. Jadi wajarlah kalau mata pelajaran PKn hanya ada di Indonesia, sementara di negara lain disebut Civic education . IPS (social studies) dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan di Indonesia terus melakukan beberapa tinjauan dan kritik terutama untuk perbaikan IPS sebagai program pendidikan ilmu sosial di tingkat sekolah melalui seminar dan lokakarya serta pertemuan ilmiah bidang IPS lainnya, terutama oleh kelompok pakar HISPISI (Himpunan sarjana pendidikan ilmu sosial Indonesia) dalam kongresnya di beberapa tempat di Indonesia.
Mempelajari Konsep dasar IPS berisi tentang konsep, hakikat, dan karakteristik pendidikan IPS. Dengan mempelajari materi Konsep dasar IPS ini, diharapkan dapat menjelaskan konsep-konsep IPS yang berpengaruh terhadap kehidupan masa kini dan masa yang akan datang secara kritis dan kreatif. Pembahasan materi ini menerapkan pendekatan antar disiplin yang mengintegrasikan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Adapun media yang digunakan adalah bahan ajar cetak dan non cetak (web). Pengembangan kurikulum IPS jenjang pendidikan dasar perubahan dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2006 yang disebut sebagai kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), telah merubah struktur kurikulum mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik. Perubahan penyajian mata pelajaran disiplin ilmu-ilmu sosial ke dalam satu mata pelajaran IPS, tentunya berimplikasi pada berubahnya model pembelajaran yang harus dilakukan oleh para guru. Perubahan yang dimaksud mencakup berubahnya cara-cara dalam merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil pembelajaran mata pelajaran IPS. Dengan demikian, penguasaan terhadap konsep, sikap dan ketramprilan dalam menerapkan pembelajaran IPS terpadu menjadi sangat penting bagi guru mata pelajaran IPS. Sebab, dengan kompetensi yang baik dalam bidang pembelajaran IPS terpadu diharapkan prestasi belajar mata pelajaran IPS peserta didik dapat ditingkatkan.

Pembelajaran Mata Pelajaran IPS di Sekolah/Madrasah Saat Ini
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB, bahkan sampai pada jenjang SMK. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Menurut lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006, tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan  Dasar dan Menengah, butir Struktur Kurikulum Pendidikan  Umum pada  struktur kurikulum SD/MI point b, dinyatakan bahwa “substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan ‘IPA terpadu’ dan ‘IPS terpadu’ (2006:7).  Demikian halnya untuk substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs juga merupakan ‘IPA terpadu’ dan ‘IPS terpadu’ (2006:9). Bahkan untuk jenjang pendidikan menengah, khususnya pada SMK/MAK, substansi mata pelajaran IPS juga disajikan sebagai  ‘IPS terpadu’ (2006:17). Secara terperinci penyajian mata pelajaran IPS terpadu pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disajikan dalam tabel berikut:


Tabel 1.  Penyajian Mata Pelajaran IPS Terpadu Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah
No.
Tingkat Pendidikan
Kelas dan Alokasi Waktu
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
1.
SD/MI
TEMATIK
3
3
3
-
-
-
-
-
-
2.
SMP/MTs
-
-
-
-
-
-
4
4
4
-
-
-
3.
SMA/MA
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4.
SMK/MAK
-
-
-
-
-
-
-
-
-
128 Jam*

Keterangan: Untuk mata pelajaran IPS di SMK durasi waktu 128 jam merupakan jumlah jam minimal yang digunakan oleh setiap program keahlian.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Disiplin ilmu sosial yang termasuk dalam mata pelajaran IPS adalah (1) ilmu Geografi (aspek yang dipelajari mencakup manusia, tempat, dan lingkunga), (2) ilmu Sejarah (aspek yang dipelajari mencakup waktu, keberlanjutan, dan perubahan), (3) ilmu Sosiologi (aspek yang dipelajari mencakup sistem sosial dan budaya), dan (4) ilmu Ekonomi (aspek yang dipelajari mencakup perilaku ekonomi dan kesejahteraan).
Dengan demikian ada perbedaan mendasar pada tujuan mempelajari disiplin ilmu sosial dengan mempelajari IPS. Tujuan mempelajari disiplin ilmu sosial secara tersendiri adalah untuk menjadi ilmuan disiplin ilmu sosial yang dipilih (misalnya Ekonom, Sosiolog, Sejarahwan, dan sebagainya); sedangkan mempelajari mata pelajaran IPS sebagaimana dikemukakan oleh Banks (dalam Asmi, 2002:243) bertujuan untuk “membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai dan kecakapan untuk menghadapi isu dan maslah sosial secara reflektif”.
Oleh karena pembelajaran IPS dalam kurikulum 2006 merupakan IPS Terpadu yang merupakan gabungan antara berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, yang terdiri atas beberapa bagian disiplin ilmu terseleksi seperti Geografi, Sosiologi, Ekonomi, dan Sejarah, maka dalam pelaksanaannya tidak lagi terpisah-pisah melainkan menjadi satu kesatuan. Hal ini memberikan implikasi terhadap guru yang mengajar di kelas. Seyogianya (idealnya) guru dalam pembelajaran IPS dilakukan oleh seorang guru mata pelajaran, yakni Guru Mata Pelajaran IPS.  Hal demikian juga ditunjukan oleh temuan  penelitian Wahidmurni (2006: 60) yang menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dari kurikulum 1994 ke kurikulum 2004 dan bahkan telah diterbitkan kurikulum 2006 yang pada saat ini sedang disosialisasikan pada lembaga-lembaga pendidikan di seluruh Indonesia. Lebih khusus kurikulum untuk mata pelajaran IPS di SD/MI, SMP/MTs, dan di SMK/MAK, yang dahulu mata pelajaran yang tergabung dalam IPS disajikan secara mandiri dan sekarang disajikan secara terintegrasi. Implikasinya sebagai lembaga atau program studi yang menghasilkan calon guru, direkomendasikan kepada UPI khususnya program studi Pendidikan IPS untuk segera menyesuaikan kurikulumnya guna memenuhi kebutuhan calon guru IPS di masa yang akan datang. Sesuai dengan perkembangan dan ilmu pengetahuan sebaiknya kurikulum disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kurikulum perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Perubahan kurikulum harus mengacu pada sumber hukum yaitu pancasila dan Undang-undang dasar 1945.

3.      Bandingkan tujuan IPS di Indonesia dengan di Malaysia untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah? Berikan kritik anda!
Jawab:
Ø  Tujuan IPS di Indonesia
Adapun tujuan mempelajari mata pelajaran IPS sebagaimana dinyatakan dalam kurikulum IPS 2006 pada satuan pendidikan SD/MI dan satuan pendidikan SMP/MTs adalah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut; (a) mengenal  konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan  masyarakat dan lingkungannya, (b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,  inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan (d) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Sedangkan tujuan mempelajari mata pelajaran IPS.
Menurut Hasan (1996; 107), tujuan pendidikan IPS dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu
a         Pengembangan kemampuan intelektual siswa
Tujuan pertama berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan kepentingan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu sosial.
b        Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa serta
c         Pengembangan diri siswa sebagai pribadi
Sistem pendidikan formal terdiri dari beberapa jenjang pendidian, yaitu sekolah dasar, sekolah menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan pra sekolah juga termasuk didalam sistem pendidikan nasional Indonesia.
Jenjang SD/MI
Pengorganisasian materi pelajaran IPS di jenjang SD/MI menganut pendekatan terpadu (integrated), yaitu materi pelajaran dikembangkan dan disusun tidak mengacu disiplin ilmu yang terpisah, melainkan mengacu pada pada aspek kehidupan nyata (Factual/real). Dalam Permendiknas (2006) di kemukakan bahwa IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial, serta memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi.
IPS di Sekolah Dasar disampaikan secara terpadu yang kemudian di sebut IPS Terpadu. Pendidikan IPS di SD telah mengintegrasikan bahan pelajaran dalam satu bidang studi. Hingga sekarang, bahwa buku-buku IPS untuk SD telah memasukkan setidaknya lima sub bidang studi, yakni Sejarah, Geografi, Politik, Hukum, dan Ekonomi. Guru-guru mata pelajaran di SD-pun telah disiapkan secara khusus, seperti SPG, dan PGSD. Pengembangan kurikulum PIPS untuk sekolah dasar telah cukup lama dikembangkan. Format sistemnya lebih matang dibandingkan kurikulum PIPS untuk tingkat SMP. Ada beberapa tujuan pembelajaran IPS di SD (Saucier, 1951: 325-327) sebagai berikut.
a Mengembangkan intelegensi sosial.
Untuk mengembangkan kecerdasan sosial anak, cara dalam memperoleh suatu informasi lebih penting daripada jumlah informasi yang bisa mereka peroleh. IPS seharusnya melengkapi anak dengan berbagai macam pengalaman penting yang akan meningkatkan dan memperkaya bekal pemahaman mereka dan mengembangkan kebiasaan mereka untuk berpikir.
b Mengembangkan sikap sosial.
Ketika anak mulai bersekolah, masing-masing anak memiliki sikap yang membedakan dirinya dengan orang lain. Sikap ini mengakar kuat sebagai karakternya, yang terbentuk oleh kehidupannya dalam keluarga dan masyarakatnya. Akan tetapi, tanpa menyadari hal ini, guru IPS seringkali mengorbankan sikap peserta didik hanya sekedar untuk menyampaikan informasi.

Jenjang SMP/MTs
Untuk jenjang SMP/MTs, pengorganisasian mater pelajaran IPS menggunakan pendekatan korelasi (correlated), artinya materi pelajaran dikembangkan dan disusun mengacu pada beberapa disiplin ilmu secara terbatas kemudian dikaitkan dengan aspek kehidupan nyata (factual/real). Melalui pembelajaran IPS peserta didik diarahkan menjadi warga negara yang demokratis dan bertangguang jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Jenjang SMA/MA/SMK
Pada jenjang SMA/MA/SMK, pengorganisasian materi pembelajaran IPS menggunakan pendekatan terpisah (Separated), yaitu materi pembelajaran dikembangkan dan disusun mengacu pada beberapa disiplin ilmu sosial secara terpisah. Pembelajaran IPS di SMA/MA menjadi suatu rumpun dengan nama disiplin ilmu sosial “tradisional“, yaitu Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi dan Antropologi. Hal tersebut berbeda dengan pembelajaran IPS di SMK dan SMALB,  nama IPS adalah nama mata pelajaran seperti di SD/Mi dan SMP/MTs.
Jenis pendidikan menengah adalah sekolah menengah umum, sekolah menengah kejuruan, sekolah menengah agama, sekolah menegha kedinasan. Sekolah menengah umum memberikan prioritas untuk memperluas pengetahuan dan mengembangkan keterampilan peserta didik dan mempersiapkan mereka untuk melanjutkan untuk melanjutkan dtusi mereka ke pendidikan tinggi. Pendidikan sekolah menengah kejuruan memberikan prioritas untuk memperluas keterampilan kerja dan menekan pada persiapan peserta didik untuk memasuki dunia kerja dan memperluas sikap professional. Pendidikan sekolah menengah keagamaan memberikan prioritas terhadap penguasaan pengetahuan khusus keagamaam. Pendidikan sekolah menegah kedinasan yang menekankan pada perbaikan kemampuan dalam melaksanakan tugas pelayanan pegawai negeri sipil atau calon pegawai negeri sipil. Pendidikan sekolah menengah khusus ditujukan dan dirancang bagi peserta didik yang mempunyai keterbatasan fisik dan mental
Di Indonesia setiap jenjang pendidikan harus melalui ujian nasional apa bila hendak melanjutkan kejenjang selanjutnya. Demikian pula ketika akan melanjutkan ke perguruan tinggi para peserta didik harus mengikuti SPMB yang terpusat.

Ø  Tujuan IPS di Malaysia
Sistem pendidikan di Malaysia disusun berdasarkan pada Sistem Pendidikan Inggris. Pendidikan rendah atau pendidikan dasar di Malaysia dimulai pada kanak-kanak usia 7 – 12 tahun (pendidikan dasar 6 tahun). Wajib belajar (pendidikan wajib) di Malaysia diterapkan dan dilaksanakan mulai tahun persekolahan 2003.
Pendidikan di Malaysia secara keseluruhan dibawah hukum kementrian pendidikan, yang bertanggung jawab mengurusi sistem pendidikan dari tingkat dasar sampai dengan universitas, mengatur silabus, mengontrol ujian nasional dan mengawasi perkembangan pendidikan. 
Pra-Pendidikan Dasar
Pendidikan di Malaysia dimulai dari Pendidikan Pra Sekolah yangdisediakan oleh beberapa instansi pemerintah, badan swasta, dan lembaga-lembaga sukarela dan diikuti oleh anak didik berusia 4-6 tahun. Semua lembaga pendidikan pra sekolah terdaftar pada Departemen Pendidikan dan pada umumnya mereka
Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar adalah wajib bagi semua anak-anak antara usia 7 dan 12.Pendidikan gratis ini dibagi menjadi 2 fase 3 tahunan. Sekolah Dasar di Malaysia ada 2 jenis, sekolah nasional, yang diikuti oleh peserta didik Melayu, dan sekolah tipe-nasional yang diikuti oleh peserta didik Cina dan Tamil. Pengantar utama adalah bahasaMelayu kecuali di sekolah tipe-nasional pengantar yang digunakan adalah bahasa Cina dan Tamil dengan pelajaran wajib bahasa Melayu. Fase I terdiri dari kelas I-III dengan penekanan pada dasar-dsar membaca,menulis, dan matematika. Fase II (kelas IV-VI) berfokus pada penguatan dan pemanfaatan keterampilan dasar dan akuisisi pengetahuan. Untuk mengetahui pencapaian pengajaran yang didapatkan oleh peserta didikmaka diadakan beberapa ujian, di antaranya :Penilaian Kemajuan Berasaskan Sekolah (PKBS), dilakukan setiap tahunnya untuk mengetahui hasil pembelajaran dan menjadi pedoman bagi guruuntuk merencanakan peningkatan pembelajaran berikutnya. Level One Assessment (LOA), Penilaian Tahap Satu, diujikan ketika peserta didikhendak menyelesaikan Fase I (kelas III) dalam kemampuan dan potensi dalamverbal, kuantitatif dan keterampilan berpikir. Ditujukan untuk mengetahui bakatpeserta didik yang kemudian menjadi pertimbangan Kementrian Pendidikan untuk merekomendasikan yang bersangkutan guna melanjutkan ke kelas V. Primary School Assessment Test, Ujian Penilaian Sekolah Rendah (UPSR), diujikan di akhir masa pendidikan dasar. Subyek (materi) yang diujikanadalah bahasa Melayu, bahasa Inggris, ilmu pengetahuan, dan matematika.Peserta didik Melayu juga menjalani penilaian untuk pendidikan agama yangdikenal sebagai Asas Penilaian Fardlu ‘Ain (PAPA) yang dilakukan selama proses belajar. Nilai yang tidak memenuhi standar diabaikan, peserta didik tetap dinyatakanlulus. Rasio guru-murid 1:20.4 pada tahun 1990, dan 1:18.9 dalam beberapa tahun terakhir.
Pendidikan Menengah Pertama (Form I-III)
Pendidikan menengah terbagi menjadi 2 siklus : menengah bawah, berlangsung 3 tahun, disebut Form I-III, dan menengah atas, berlangsung 2 tahun,disebut Form IV-V. Peserta didik sekolah dasar nasional langsung melanjutkan ke FormI, adapun peserta didik dari sekolah tipe-nasional (Cina dan Tamil) mengikuti kelastransisi 1 tahun untuk mendapatkan bekal bahasa Melayu yang memadai, kecuali bagi peserta didik yang mendapatkan nilai yang memuaskan pada Tes Penilaian Primer dapat langsung mengikuti Form I
Di akhir tahun pendidikan menengah pertama, peserta didik menjalani Ujian Penilaian Menengah Pertama (Lower Secondary Assessment Examination)
Pendidikan Menengah Atas (Form IV-V)
Pada tingkat menengah atas peserta didik dapat memilih salah satu di antara dua program yang ditawarkan : akademis dan teknik (kejuruan). Di akhir tahun pendidikan peserta didik di bidang akademi menjalani ujianMalaysia Certificate of Education (MCE) (Sertifikat Pendidikan Malaysia),sedangkan peserta didik di bidang kejuruan menjalani Malaysia Certificate of Education (Kejuruan).Rasio guru-murid pada tingkat menengah pada tahun 1990 adalah 1:18.9dan 1:18.2 pada tahun 2000.
Pendidikan Pasca-Pendidikan Menengah
Setelah menyelesaikan pendidikan menengah, peserta didik dapat memilih untuk mengejar 1 sampai 2 tahun pendidikan pasca-pendidikan menengah untuk mendapatkan Form VI dan pendidikan matrikulasi untuk persiapan masuk universitas. Pendidikan matrikulasi dipersiapkan untuk memenuhi persyaratanmasuk khusus dari universitas tertentu. Adapun Form VI ditujukan untuk memenuhi persyaratan dari semua universitas.

Persamaan Tujuan Pendidikan IPS Indonesia dan Malaysia
Jika Indonesia memang telah menyebutkan secara resmi Pancasila sebagai dasar negara dan sekaligus dasar pendidikan nasional, maka Malaysia secara resmi tidak menyebutkan Rukun Negara sebagai dasar pendidikan negara. Jelasnya, Indonesia tidak merumuskan Falsafah Pendidikan Nasionalnya secara tertulis, kecuali hanya menyebutkan Pancasila sebagai dasar pendidikan nasional. Hal ini berbeda dengan Malaysia yang tidak menyebutkan Rukun Negara sebagai dasar pendidikan negara, tetapi telah merumuskan secara tertulis Falsafah Pendidikan Negara, yang rumusannya sebagai berikut:
‘Pendidikan di Malaysia adalah suatu usaha berterusan ke arah memperkembangkan lagi potensi individu secara menyeluruh dan bersepadu untuk mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelek, rohani, emosi dan jasmani berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan. Usaha ini adalah bagi melahirkan rakyat Malaysia yang berilmu pengetahuan, berketrampilan, berakhlak mulia, bertanggungjawab dan berkeupayaan mencapai kesejahteraan diri serta memberi sumbangan terhadap keharmonisan dan kemakmuran masyarakat dan negara’.
Berdasarkan Falsafah Pendidikan Negara tersebut tampak jelas tentang beberapa hal sebagai berikut. Pertama, pengertian pendidikan di Malaysia sebagai usaha berterusan ke arah memperkembankan lagi potensi individu secara menyeluruah dan bersepadu untuk mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelek, rohani, emosi dan jasmani. Kedua, dasar pendidikan nasional Malaysia adalah ‘kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan’. Ketiga, tujuan pendidikan nasional Malaysia adalah ‘melahirkan rakyat Malaysia yang berilmu pengetahuan, berketrampilan, berakhlak mulia, bertanggungjawab dan berkeupayaan mencapai kesejahteraan diri serta memberi sumbangan terhadap keharmonisan dan kemakmuran masyarakat dan negara’

Perbedaan Tujuan Pendidikan IPS Indonesia dan Malaysia
Dasar pendidikan Pancasila Kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan Tujuan pendidikan nasional Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Melahirkan rakyat Malaysia yang berilmu pengetahuan, berketrampilan, berakhlak mulia, bertanggungjawab dan berkeupayaan mencapai kesejahteraan diri serta memberi sumbangan terhadap keharmonisan dan kemakmuran masyarakat dan negara. Unsur-unsur tujuan pendidikan nasional: beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, berilmu pengetahuan, berketrampilan, berakhlak mulia, bertanggungjawab dan berkeupayaan mencapai kesejahteraan diri serta memberi sumbangan terhadap keharmonisan dan kemakmuran masyarakat dan negara. Sumber: UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Indonesia) dan Akta Pendidikan 1996 (Malaysia).
Dengan membandingkan dan menyandingkan dasar dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia dan Malaysia tersebut, kita dapat menyadari bahwa kedua dasar dan tujuan pendidikan untuk masing-masing negara tersebut sudah dirumuskan secara demokratis, karena telah dirumuskan bersama antara pihak pemerintah (eksekutif) dan wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif. Namun demikian, boleh jadi keduanya juga berkemungkinan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Kritik Penulis
Dari referensi yang saya dapat ternyata masing-masing negara mempunyai sistem pendidikan yang sangat berbeda. Di Indonesia tidak berlaku automatic transision disetiap jenjang pendidikan karena masing-masing jenjang pendidikan diharuskan mengikuti Ujian Nasional sebelum melanjutkan ke jenjang berikutnya. Sebagai contoh siswa SMP harus mengikuti UN sebelum melanjutkan ke SMA. Hal ini sangat bertolak belakang dengan sistem pendidikan di Malaysia di mana hasil PSAT tidak menentukan karena setiap anak harus melanjutkan ke form one. Malaysia mempunyai persiapan untuk memasuki perguruan tinggi yang disebut dengan A Level dan matriculation study program. Sedangkan di Indonesia peserta didik yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi harus mengikuti SPMB.
Bahkan dari sistem pendidikan yang terbawah (SD) hingga yang perguruan tinggi (universitas), Malaysia mempunyai nilai “lebih” dari kita. Di Malaysia negara sepenuhnya mendukung pembangunan pendidikan, baik dari sistem maupun dari sarana dan prasarana. Di malaysia, ketika sebuah keluarga memiliki seorang anak maka orang tuanya wajib mendaftarkannya di sekolah rendah (Indonesia=SD) satu tahun sebelum masa sekolah. Hal ini dimaksudkan agar adanya kepastian bahwa anaknya mengikut pendidikan wajib. Di Malaysia masa persekolahan sekolah rendah adalah 7-12 tahun. Jadi saat seorang anak sudah berumur 6 tahun, jika orang tua belum mendaftarkannya ke sekolah rendah maka akan dikenakan sanksi undang-undang. Orang tua akan dikenakan denda max RM 5000 atau kurungan penjara max 6 bulan atau kedua-duanya sekali. Yang tak kalah bernilai “plus” juga adalah mengenai uang bayaran sekolah rendah di Malaysia. Tidak seperti di Indonesia yang banyak pungutan-pungutan sekolah, di Malaysia sumbangan PIBG (Persatuan Ibu Bapa dan Guru) hanya dibayar perkeluarga. Jadi kalau sebuah keluarga memiliki 1 anak atau lebih sama saja bayaran yang dikeluarkan. Selain itu pungutan lain tidak ada termasuk sumbangan untuk dana pembangunan. Sebab dana pembangunan sepenuhnya merupakan tanggungjawab pemerintah. Namun ada juga perbedaan yang cukup membuat Indonesia agak lebih “plus” dari malaysia. Yaitu dari segi output yang dihasilkan. Jika di Indonesia, peserta  didik lebih bebas mengikuti kegiatan ekstra dan kelompok-kelompok studi, di Malaysia peserta didik seolah hanya difokuskan di dalam kampus saja ditambah ada peraturan yang melarang peserta didik berkancah di perpolitikan. Sehingga bisa dibilang peserta didik Malaysia lebih pasif. Jika ada diskusi atau seminar kurang vokal. Sedang di Indonesia tidak karena peserta didiknya sudah terbiasa vokal pada kegiatan ekstra.

4.      Jelaskan perbedaan dan persamaan posisi kurikulum IPS di Indonesia dengan posisi IPS di berbagai negara Eropa (ambil 5 negara Eropa) atau negara Amerika Serikat!
Jawab:
Ø  Kurikulum IPS Indonesia dengan Perancis  
Subjects - in the seconde
Semua peserta didik di akhir pelajaran pokok di Perancis, dalam seconde kelas the lycée d'enseignement générale et technologique (LEGT),  mengikuti suatu kurikulum umum; karena yang akhir tahun kedua (post-compulsory) peserta didik memilih kuliah pokok spesialis yang tergantung pada kecakapan yang spesifik yang mereka putuskan. Pelajaran di seconde pada umumnya meliputi pokok / wajib. para peserta didik memilih pelajaran pokok yang disajikan.
Mata pelajaran pokok
  • Bahasa Perancis;
  • Matematika;
  • Ilmu fisika Dan Ilmu kimia;
  • Ilmu pengetahuan Bumi;
  • Bahasa asing modern;
  • Sejarah dan geografi;
  • Pendidikan jasmani dan olahraga; an
  • Pendidikan Kewarganegaraan, Hukum, dan Pendidikan social (Social Studies)
Ditambah dengan:
  • Dukungan Individual  (Individual support)
  • Teknologi Informasi (Information technology)
  • Jam Kelas (Class hours)
  • Workshop Ekspresi Seni/Artistik (Artistic expression workshops)
  • Praktek sosial budaya Social and cultural practices)
Pendidikan Kewarganegaraan
Pada tingkat sekolah menengah dinamakan "education civique, juridique et sociale" (civic, legal and social education). Ini mengarahkan untuk mencerminkan arti penting Pemerintahan pada warganegara nya mempunyai suatu pengetahuan hukum dan sistem yang undang-undang yang sah. Silabus dirancang untuk memungkinkan para peserta didik untuk berdebat sosial dari sudut pandang pelajaran sebelumnya mereka. Di seconde, pelajaran kewarga negaraan pendidikan mempunyai empat tema utama:
  • Kewarga negaraan Dan Civility/Incivilas
  • Kewarga negaraan Dan Integration/Exclusion (dengan tema kebangsaan)
  • Kewarganegaraan, hukum dan hubungan di tempat kerja
  • Kewarga negaraan dan kehidupan keluarga
Karena yang akhir tahun ke dua pendidikan sekunder tema yang luas di dalam tem diskusi adalah 'institutions and citizenship in practice' and 'citizenship in a changing world'.

Pendidikan religius
Di Perancis pelajaran agama tidaklah diajar sebagai pokok disekolah walaupun mungkin saja di lain area kurikulum. Satu-Satunya perkecualian adalah di  Upper Rhine, Lower Rhine, and Moselle départements, yang sudah bertahan sejak tahun 1918. Pendidikan Perancis mengumumkan program acara baru untuk pelajaran religius untuk sekolah. Program acara yang baru tidak memperkenalkan studi religius sebagai pokok tetapi lebih memperkuat topik pengintegrasian seluruh kurikulum. diarahkan untuk memperluas pemahaman dan pengetahuan peristiwa dunia peserta didik dan  budaya.

Pengaturan waktu belajar
the seconde class of the lycée d'enseignement générale et technologique (LEGT)
Compulsory subject
Weekly allocation, hours
French
4 + (0.5 Mod)
Mathematics
3 + (1 Mod)
Physics, chemistry
2 + (1.5)
Earth and life sciences
0.5 + (1.5)
First modern foreign
language
2 + (1 Mod)
History, geography
3 + (0.5 Mod)
Physical education and sport
2
Civic, legal and social
education
 (0.5)
 Plus:
Individual support
2 hours per week
Information technology
18 hours per year
Class hours
10 hours per year
Artistic expression workshops
72 hours per year
Social and cultural practices
72 hours per year

Sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terhadap situasi sosial di Inggris dan Amerika Serikat, pemasukan Social Studies ke dalam kurikulum sekolah juga dilatarbelakangi oleh keinginan para pakar pendidikan, khususnya pakar social studies. Hal ini disebabkan mereka ingin agar setelah meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para siswa:  menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan hak-hak dan kewajibannya; dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, para siswa tidak perlu harus menunggu kuliah atau belajar Ilmu-ilmu Sosial di perguruan tinggi, tetapi sebenarnya mereka sudah mendapat bekal pelajaran social  studies di sekolah dasar dan menengah.Pertimbangan lain dimasukkannya social studies ke dalam kurikulum sekolah adalah karena kebutuhan siswa sekolah, di mana kemampuan siswa sangat menentukan dalam pemilihan program pendidikan lanjut dan pengorganisasian materi social studies.
Agar materi pelajaran social studies lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan menengah, bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat. Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para siswa dari pada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial


Ø Pendidikan IPS Indonesia dengan Jerman
Sebenarnya banyak sekali perbedaan antara pendidikan di Jerman dengan Indonesia. Dari sisi sistem saja, pendidikan itu sudah berbeda. Di Jerman, jenjang pendidikan Pra Perguruan Tinggi itu hanya ada 2 macam, yaitu pendidikan dasar (Grundschule) dan pendidikan lanjutan (Gymnasium, Realschule, atau Berufschule). Kalau di Indonesia, pendidikan Pra Perguruan Tinggi ada 3 macam, yaitu SD-SMP-SMA. Dari sisi waktu juga berbeda, di Indonesia memerlukan waktu 12 tahun (normal) sebelum ke jenjang Perguruan Tinggi, sedangkan di Jerman butuh waktu 13 tahun.
Yang ingin saya bahas bukan masalah “teknis” pendidikan seperti di atas. Saya tertarik dengan tulisan I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan.
Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat hadiah “the best xxxx dalam lomba sains”, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia.
Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia. Orang Indonesia cenderung memiliki kebiasaan “pintar kumpul dengan pintar” dan “kaya kumpul dengan kaya”.
Melihat kondisi di atas, Saya yakin kualitas pendidikan Indonesia bisa meningkat drastis. Syarat utama hanya 2 macam, pemeratan pendidikan dan penghargaan terhadap prestasi pendidikan. Itu saja. Bila kedua syarat terpenuhi, saya yakin semakin banyak anak-anak Indonesia yang berprestasi pada ajang internasional dan semua anak-anak Indonesia bisa masuk ke bangku sekolah.

Ø  Pendidikan IPS Indonesia dengan Amerika Serikat
Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang berlangsung tahun l861-1865 di mana pada saat itu Amerika Serikat siap untuk menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit untuk menjadi satu bangsa.
Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah di Amerika Serikat. Adapun wujud social studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi dan civics.
Jadi Social studies yang dalam istilah Indonesianya disebut Pendidikan IPS, dalam perjuangannya tentang eksistensi terdapat dalam ”The National Herbart Society papers of 1896-1897” yang menegaskan bahwa Social Studies sebagai delimiting the social sciences for pedagogical use (upaya membatasi ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan pedagogik/ mendidik). Memperhatikan pentingnya social studies bagi generasi muda, istilah IPS (social studies) ini kemudian mulai digunakan oleh beberapa negara bagian di Inggris dan Amerika untuk mengembangkan program pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah.  Pengertian ini juga dipakai sebagai dasar dalam dokumen ”Statement of the Chairman of Commitee on Social studies”  yang dikeluarkan oleh comittee on Social Studies (CSS) tahun 1913. Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa social studies sebagai specific field to utilization of social sciences data as a force in the improvement of human welfare (bidang khusus dalam pemanfaatan data ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki kesejahteraan umat manusia).
Sebagai upaya melestarikan program pendidikan IPS dalam kurikulum sekolah, maka beberapa kelompok pakar yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah mengembangkan usahanya agar social studies bisa diaplikasikan untuk program pendidikan di tingkat sekolah dengan membentuk organisasi profesi social studies. Kemudian pada tahun 1921, berdirilah ”National Council for the Social Studies” (NCSS), sebuah organisasi profesional yang secara khusus membina dan mengembangkan  social studies pada tingkat pendidikan dasar dan menengah serta keterkaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu pendidikan sebagai program pendidikan syntectic.
Pada waktu berdirinya NCSS hanya bertugas sebagai organisasi yang akan memaksimalkan hasil-hasil pendidikan bagi tujuan kewarganegaraan yang sudah dicapai oleh CSS sebelumnya. Sehingga baru setelah 14 tahun kemudian NCSS mengeluarkan karya berbasis intelektual-keilmuan.  Dalam perkembangannya banyak naskah dan penelitian tentang social studies, yang mengharapkan perlunya perhatian terhadap pendidikan anak tentang social studies, dengan harapan dapat membantu anak didik menjadi warga negara yang baik.  Pada pertemuan pertama tahun 1935, lahirlah kesepakatan yang dikeluarkan NCSS dengan menegaskan bahwa “Social sciences as the core of the curriculum”(kurikulum IPS bersumber dari ilmu-ilmu sosial).
Pada perkembangan selanjutnya, terutama setelah berdirinya NCSS, pengertian social studies yang paling berpengaruh hingga akhir abad 20 adalah definisi yang dikemukakan oleh Edgar Wesley  pada tahun 1937. Wesley menyatakan bahwa “the social studies are the social sciences simplified for pedagogical purposes”. Definisi ini menjadi lebih populer saat itu karena kemudian dijadikan definisi “resmi” social studies oleh “the united states of education’s standard terminology for curriculum and instruction” hingga NCSS mengeluarkan definisi resmi yang membawa social studies sebagai kajian yang terintegrasi, dan mencakup disiplin ilmu yang semakin luas.
Sehingga pada tahun 1993 NCSS merumuskan social studies sebagai berikut:
Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program,social studies provides coordinated,systematic study drawing upon such diciplines as antrophology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sosiology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citiziens of a culturally diverse,democratic society in an interdependent world.

Ø  Perbedaan Pendidikan IPS Indonesia dengan Curriculum Canada
Dasar perubahan kurikulum dalan studi sosial (IPS) dan sejarah Canada merupakan bagian dari satu rangkaian perubahan kurikulumdalam studi sosial yang dikerjakan oleh saskatchewan pendidikan.  Proses pengembangan kurikulum dimulai dengan penetapaan  gugus tugas studi sosial (IPS) tahun 1981. Gugus tugas terdiri dari orang-orang refresentatif  dari berbagai sektor masyarakat skatchewan. Mereka mensurvei pendapat umum dan atas dasar penemuan nya dihasilkan suatu laporan yang menguraikan suatu filosofi untuk pendidikan IPS.  Di dalam kurikulum Canada dikembangkan core curriculum yang merupakan kemampuan dasar yang menjadi landasan pembentukan kurikulum sekolah di Kanada dari jenjang Kidergarten, Elementery level, middle level sampai secondary level.
Terdapat dua komponen  penting dalam core curicullum yaitu Required Areas of Study dan Common Essential Learning. Pengembangan core curicullum menjadi Required Areas of Study menjadi tujuh yaitu : language Art, Mathematics, Science, Social studies, Health education, art education dan physical education. Pengembangan Common essential learning (CELS) atau kompetensi yag harus dikembangkan terus menerus dan oleh semua mata pelajaran, yang meliputi  enam kemampuan, yaitu komunikasi (communication),  kemampuan dalam matematika (numeracy),  berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking),  melek teknologi (technology literacy), nilai dan keterampilan personal dan sosial (personal and social values and skills), belajar mandiri (independent learning).
a     Komunikasi (communication),  difokuskan pada meningkatkan pemahaman siswa terhadap bahasa yang digunakan di dalam setiap bidang studi.
b    Kemampuan dalam matematika (numeracy), melibatkan dan membantu siswa mengembangkan tingkatan kompetensi yang akan mendorong mereka untuk menggunakan konsep matematika di dalam kehidupan sehari-hari.
c    Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), dimaksudkan untuk membantu para siswa mengembangkan kemampuan untuk menciptakan dan dengan kritis mengevaluasi gagasan, proses, pengalaman, dan object berhubungan dengan area masing-masing bidang studi.
d    Melek teknologi (technology literacy), membantu siswa mengapresiasi bahwa system teknologi merupakan integral dalam system social dan tidak bisa dipisahkan dari budaya di dalamnya yang mereka bentuk.
e   Nilai dan keterampilan personal dan sosial (personal and social values and skills  berhadapan dengan pribadi, moral, sosial, dan aspek budaya dari tiap sekolah dan mempunyai sasaran utama mengembangkan warga negara yang penuh cinta kasih dan bertanggung jawab, yang memahami dasar pemikiran (rasional) untuk pengakuan moral.
f          Belajar mandiri (independent learning), melibatkan siswa pada upaya untuk menciptakan peluang/kesempatan dan pengalaman yang diperlukan siswa untuk menjadi mampu (capable), percaya diri, motivasi diri, dan pembelajar sepanjang hayat yang melihat belajar sebagai kegiatan pemberdayaan potensi diri dan sosial paling berharga.
Dalam kurikulum Kanada, Social Studies merupakan salah satu dari tujuh mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah mulai dari TK sampai SMA (Required Areas of Study). Dimana dalam social studies ini pun harus dikembangkan keamampuan siswa untuk berkomunikasi, matematika,  berpikir kritis dan kreatif,  melek teknologi,  nilai dan keterampilan personal dan sosial,  dan belajar mandiri sebagai Common essential learning (CELS).

Ø  Perbedaan Pendidikan IPS Indonesia dengan New Jersey (Standar Isi Core Curriculum New Jersey)
Tujuan IPS
Menyediakan para siswa dengan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diperlukan  untuk menjadi aktif, menguasai informasi, warganegara bertanggung jawab dan berkontribusi terhadap masyarakatnya.
Kompetensi yang harus dimiliki siswa dari IPS
a        Memperoleh suatu pemahaman dan apresiasi dasar tentang Tradisi dan nilai Amerika berdasarkan pada pengetahuan sejarah dan pengembangan dan berfungsinya sistem pemerintah konstitusional Amerika
b        Mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang  memungkinkan mereka melaksanakan fungsi pembelajaran sepanjang hayat dan menguji serta mengevaluasi isu penting untuk seluruh Amerika.
c      Memperoleh literacy dasar di dalam disiplin inti   social studies dan memiliki pemahaman yang dasar yang diperlukan untuk menerapkan pengetahuan ini untuk hidup mereka sebagai warga negara.
d    Memahami sejarah dunia sebagai konteks untuk sejarah amerika serikat dan sebagai record/ catatan kultur dan peradaban yang besar masa lalu dan sekarang
e   Berpartisipasi dalam aktivitas yang meningkatkan kebaikan umum dan meningkatkan kesejahteraan umum
Keterampilan IPS
Semua siswa akan menggunakan pemikiran historis, pemecahan masalah, suatu ketrampilan riset untuk memaksimalkan pemahaman terhadap pelajaran kewarganegaraan,  sejarah, geografi, dan ekonomi.  Pada Akhir Kelas 2, Para Siswa Akan:
a         menjelaskan konsep [panjang/lama]yang lalu dan jauh sekali
b   [menerapkan/berlaku] terminologi berhubungan dengan waktu termasuk masa lampau, [kini/hadir], dan masa depan
c         mengidentifikasi sumber informasi terpasang lokal, nasional dan internasional peristiwa
d        menceritakan [kepada] kembali peristiwa atau cerita dengan ketelitian dan peruntunan
e         mengembangkan timelines sederhana
Pada Akhir Kelas 4, Para Siswa Akan
a         menjelaskan bagaimana peristiwa [kini/hadir] dihubungkan terhadap masa lampau
b      menerapkan terminologi berhubungan dengan waktu meliputi tahun, dekade, berabad-abad, dan generasi.
c      menempatkan sumber untuk informasi yang sama  i (ramalan cuaca  di tv,internet atau surat kabar)
d        mengorganisir peristiwa di (dalam) suatu garis waktu
e         membedakan antara suatu sumber langsung dan sumber sekunder dari  suatu peristiwa
f         membedakan fakta dari fiksi
Pada Akhir Kelas 6, Para Siswa Akan
g        meneliti bagaimana peristiwa terkait dari waktu ke waktu
h  menggunakan keterampilan berpikir kritis berpikir ketrampilan untuk menginterpretasikan peristiwa, mengenali penyimpangan, pandangan, dan konteks
i     menilai kredibilitas sumber utama (primar) dengan sumber sekunder
j     menganalisis  data dalam rangka melihat  orang dan peristiwa di dalam konteks
k   menguji isu, peristiwa, atau tema sekarang  dan menghubungkannya dengan peristiwa yang lampau
Pada Akhir Kelas 8, Para Siswa Akan
a         merumuskan pertanyaan mendasarkan pada  kebutuhan informasi
b        menggunakan strategi efektif untuk menempatkan informasi
c        membandingkan dan mengkontraskan penafsiran ttg peristiwa sekarang dan peristiwa historis
d        Pada Akhir Kelas 10, Para Siswa Akan
e  menginterpretasikan peristiwa  dengan  mempertimbangkan kesinambungan dan perubahan, kekhilafan dan kesalahan, dan mengubah penafsiran sejarawan
f    menciri fakta dari fiksi dengan  membandingkan sumber tentang figur dan peristiwa dengan karakter fictionalized  dan peristiwa
g        meringkas informasi dalam tulisan, grafis, dan format lisan
Pada Akhir Nilai/Kelas 12, Para Siswa Akan
a         meneliti bagaimana peristiwa historis membentuk dunia modern
b        merumuskan pertanyaan dan  hipotesis
c      menyatukan, menganalisis  informasi dari sumber  primer dan sekunder untuk mendukung atau menolak hipotesis
d      menguji data sumber di dalam konteks historis, sosial, politis, mengenai ilmu bumi, atau konteks ekonomi di mana dikreasikan, menguji kredibilitas dan mengevaluasi bias.it apakah
e    mengevaluasi isu sekarang, peristiwa, atau tema dan melacak evolusi mereka melalui periode historis
f    menerapkan keterampilan problem-solving untuk memecahkanmasalah nasional, negara,  atau lokal
g    menganalisis perubahan  sosial, politis, dan budaya dan mengevaluasi dampak masing-masing pada peristiwa dan isu lokal, negara, nasional dan internasional
h  mengevaluasi komunikasi historis dan kontemporer untuk mengidentifikasi akurasi fakta,   ketelitian bukti, dan ketidakhadiran bias dan  mendiskusikan strategi yang digunakan oleh pemerintah, politis calon, dan media untuk komunikasi dengan masyarakat.
Dari grade 2 sampai 12  keterampilan atau kompetensi social studies menunjukkan kontinuitas atau kesinambungan antar level dalam esensial komptenesi yang diharapkan. Disamping itu menunjukkan semakin tinggi level, semakin tinggi dan mendalam pula keterampilan yang diharapkan siswa pada pelajaran social studies.  Social Studies diajarkan di Amerika Serikat pada semua jenjang pendidikan. Pada jejang sekolah menengah meliputi Civics, Ekonomi, Geografi, dan Sejarah yang diajarkan pada semua jenjang kelas. 
Proses pembelajaran menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif dan bertujuan agar penguasaan dari kognitif, afektif, serta psi-komotorik terbentuk pada diri siswa (Moh. Amin, 1987:42), maka alat ukur hasil belajarnya tidak cukup jika hanya dengan tes obyektif atau subyektif saja. Dengan cara penilaian tersebut keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas baik saat melakukan percobaan maupun menciptakan hasil karya belum dapat diungkap. Demikian pula tentang aktivitas siswa selama mengerjakan tugas dari guru. Baik berupa tugas untuk melakukan perco-baan, peragaan maupun pengamatan.
Penilaian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pendidikan dasar maupun penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan pada langkah awal pembelajaran digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pem-belajaran dan proses penilaian yang akan dilakukan. Menurut Davis (dalam Sudarsono Sudirdjo dkk., 1991:94) tujuan tidak hanya merupakan arah yang dapat membentuk atau mewarnai kurikulum dan memimpin kegiatan pen-gajaran, tetapi juga dapat menyediakan spesifikasi secara terperinci bagi penyusunan dan penggunaan teknik-teknik penilaian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara je-las dan spesifik akan menunjang proses penilaian yang tepat dan dapat membantu di dalam menetapkan kualitas dan efektivitas pengalaman belajar siswa.


5.  Apa yang dimaksudkan dengan konten kurikulum IPS? Diskusikan persamaan dan perbedaan antara pengertian konten kurikulum IPS di Indonesia dan di negara yang anda yang anda sebutkan pada soal nomor 5!
Jawab:
Konten kurikulum berkenaan dengan berbagai prosedur, cara kerja, metode kerja tertentu yang harus dilakukan peserta didik.
Sumber: Tarunasena Ma’mur
Disampaikan pada Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Kuota 2009 Rayon 10 JAWABARAT, Pusdiklat Pos 13-10-2009
Pemikiran mengenai konten pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pemikiran social studies di Amerika Serikat yang kita anggap sebagai salah satu negara yang memiliki pengalaman panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam bidang itu. Reputasi tersebut tampak dalam perkembangan pemikiran mengenai bidang itu seperti dapat disimak dari berbagai karya akademis antara lain diplubikasikan oleh NCSS sejak pertemuan organisasi tersebut untuk pertama kalinya tanggal 28-30 November 1935 sampai sekarang. Untuk menelusuri perkembangan pemikiran atau konsep pendidikan IPS di Indonesia secara historis epistemologis terasa sangat sukar karena dua alasan. Pertama, di Indonesia belum ada lembaga profesional bidang pendidikan IPS setua dan sekuat pengaruh NCSS. Lembaga serupa yang dimiliki Indonesia, yakni HISPIPSI (Himpunan Sarjana Pendidiksn IPS Indonesia) usianya masih sangat muda dan poduktifitas akademisnya masih belum optimal, karena masih terbatas pada pertemuan tahunan dan konumikasi antar anggota secara insidental. Kedua, perkembangan kurikulum dam pembelajaran IPS sebagai ontologi ilmu pendidikan (disiplin) IPS sampai saat ini sangat tergantung pada pemikiran individual dan atau kelompok pakar yang ditugasi secara insidental untuk mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Dikbud (PUSKUR). Pengaruh akademis dari komunitas ilmiah bidang ini terhadap pengembangan IPS tersebut sangatlah terbatas, sebatas yang tersalur melalui anggotanya yang kebetulan dilibatkan dalam berbagai kegiatan tersebut. Jadi sangat jauh berbeda dengan peranan dan kontribusi Social Studies Curriculum Task Force-nya NCSS, atau SSEC di Ameriika.
ORGANISASI KONTEN KURIKULUM IPS
Sumber: Tarunasena Ma’mur (2009)

Proses pengembangan kurikulum haruslah meliputi tiga dimensi kurikulum yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum sebagai proses. Ketiga dimensi kurikulum ini berkaitan satu dengan  lainnya dan kurikulum sebagai proses dilaksanakan dengan berbagaikebijakan kurikulum. Kebijakan-kebijakan tersebut merupakanoperasionalisasi kurikulum sebagai ide dan kurikulum sebagai dokumen.Dalam diagram keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengembangan ide berkenaan dengan penentuan filosofi kurikulum, model kurikulum yang igunakan, pendekatan dan teori belajar yang digunakan, pendekatan/model evaluasi hasil belajar. Pengembangan dokumen berkenaan dengan pengembangan kurikulum sebagai dokumen tertulis yang didasarkan pada ide yang sudah ditetapkan sebelumnya. Secara teknis pengembangan kurikulum sebagai dokumen berkenaan dengan keputusan tentang informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan, bentuk/format GBPP, dan komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Apakah kurikulum sebagai ide dan kurikulum sebagai dokumen akan
dijadikan satu atau dua dokumen yang terpisah harus pula ditentukan. Apapun keputusan tentang itu antara pengembangan kurikulum sebagai ide dan kurikulum sebagai dokumen diperlukan  osialisasi agar terjadi kesinambungan buah pemikiran para pengambil keputusan kurikulum dengan para pengembang teknis. Kedua dimensi kurikulum ini dapat dikembangkan pada tingkat nasional baik dalam konteks otonomi dengan desentralisasi kewenangan pengembangan kurikulum maupun dalam konteks sentralisasi. Perbedaan antara keduanya adalah pada jenis informasi yang akan diberikan dimana untuk konteks otonomi kewenangan dalam pengembangan yang lebih operasional dan rinci diberikan kepada daerah. Oleh karena itu, pengembangan ide dan dokumen kurikulum lebih banyak berisikan prinsip dan guidelines. Sedangkan dalam konteks sentralisasi pengembangan kurikulum sebagai ide dan dokumen harus tetap memberikan ruang yang cukup besar bagi daerah untuk memasukkan karakteristik budayanya.
Altematif lain adalah kurikulum sebagai ide dikembangkan pada tingkat nasional sedangkan kurikulum dalam bentuk dokumen dapat dikembangkan di daerah. Seperti dalam alternatif di atas, proses sosialisasi ide yang telah ditetapkan perlu dilakukan. Dengan demikian keputusan tentang jenis informasi, bentuk format GBPP, dan komponen kurikulum (tujuan, konten, proses belajar, dan evaluasi) ditentukan pada tingkat daerah pula. Tentu saja dengan pendekatan  ultikultural tingkat rincian tersebut tetap harus memperhitungkan keragaman kebudayaan di wilayah tersebut yang menjadi lingkungan eksternal sekolah-sekolah yang ada.
Alternatif kedua ini dapat dilakukan jika daerah telah memiliki tenaga pengembang yang cukup. Jika belum maka sebaiknya alternatif pertama yang dipilih sedangkan jika daerah telah memiliki tenaga yang cukup dan sudah berpengalaman maka peran pusat dapat saja semakin longgar dan pengembangan ide dan dokumen sepenuhnya dapat diserahkan ke daerah. Pemerintah pusat hanya perlu mengembangkan principle guidelines saja.
Pengembangan kurikulum sebagai proses terjadi pada unit pendidikan atau sekolah. Pengembangan ini haruslah didahului oleh sosialisasi agar para pengembang (guru) dapat mengembangkan kurikulum dalam bentuk rencana pelajaran/satuan pelajaran, proses belajar di kelas, dan evaluasi sesuai dengan prinsip multikultural kurikulum. Sosialisasi yang dilakukan haruslah dilakukan orang-orang yang terlibat paling tidak dalam proses pengembangan kurikulum sebagai dokumen apabila orang yang terlibat dalam pengembangan ide tidak mungkin secara teknis. Jika terjadi perluasan tim sosialisasi maka anggota tim yang baru haruslah yang sepenuhnya faham dengan karakteristik kurikulum multikultural. Pada fase ini, target utama adalah para guru faham dan berkeinginan untuk mengembangkan kurikulum multikultural dalam
kegiatan belajar yang menjadi tanggungjawabnya.)Pada dasarnya, disiplin-disiplin ilmu (sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi dan sebagainya) adalah sumber utama materi pendidikan untuk ilmu-ilmu   sosial. Materi pendidikan adalah apa yang dipelajari siswa untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu tujuan kurikulum ilmu-ilmu sosial, termasuk dalam pengertian materi ini adalah substansi dan proses yang berasal dari disiplin-disiplin ilmu-ilmu sosial. Pendidikan ilmu-ilmu social tidak hanya berhubungan dengan pengajaran materi ilmu-ilmu sosial, melainkan juga berkaitan dengan dengan materi pendidikan yang diajarkan dalam rangka mengembangankan manusia seutuhnya, yaitu sesuai dengan tujuan yang akan dikembangkan dari luar disiplin ilmu dan umumnya materi tersebut digunakan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan moral siswa. Realita kehidupan di masyarakat atau pada suatu bangsa, di sebuah negara hendaklah dijadikan materi dasar dalam pendidikan ilmu-ilmu sosial yang terus dikembangkan untuk berbagai aspek. Pada umumnya pengertian substansi ilmu-ilmu sosial terdiri atas pandangan, tema, topik, fenomana, fakta, peristiwa, prosedur, konsep, generalisasi dan teori, yang secara tradisional dinamakan kurikulum. Yang dimaksud kurikulum adalah yang berhubungan dengan pokok-pokok bahasan yang berisikan pandangan, tema, fenomana, fakta, konsep dam sebagainya.
Menurut pandangan baru yang dimaksud dengan pengertian materi kurikulum, adalah proses, prosedur, dan langkah-langkah yang harus ditempuh oleh siswa dalam mempelajari substansi tersebut, dalam arti apa yang dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. Secara reknis pembahsan mengenai aspek apa dan bagaimana tersebut dipisahkan agar pendalaman terhadapa apa yang dijadikan materi bahasan ini dapat dilakukan. Materi kurikulum yang dikembangkan dari disiplin ilmu harus dipilih berdasarkan keterakitannya dengan tujuan yang akan dicapai, semakin kuat keterkaitannya, maka semakin besar kemunkinan materi tersebut akan dipilih sebagai materi kurikulum. Untuk pendidikan ilmu-ilmu sosial, setiap disiplin ilmu akan memberikan kontribusi, kontribusi itu tergantung dari pendekatan pengembangan materi kurikulum yang dipakai. Setiap pendekatan pengembangan disiplin baik mandiri atau terpisah memerlukan proses pengembangan materi yang berbeda dibandingkan dengan pendekatan korelatif atau intregratif.
Memperhatikan disiplin-disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam kurikulum pendidikan IPS di Indonesia maka kita dapat menyimpulkan bahwa tradisi pengembangan pendidikan IPS di Indonesia biasanya terdiri dari disiplin ilmu ekonomi, sejarah, geografi, sosiologi, politik, hukum dan pendidikan kewarganegaraan. Apabila kita bandingkan dengan tradisi social studies di Amerika Serikat maka disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam social studies lebih beragam bila dibandingkan dengan tradisi pendidikan IPS di Indonesia. Disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam social studies di Amerika Serikat meliputi antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, religi dan sosiologi. Selain itu bidang ilmu lain yang dianggap memiliki relevansi dan dapat mendukung pengembangan social studies seperti ilmu kemasyarakatan, matematika dan ilmu-ilmu kealaman menjadi bagian dari kajian social studies.

6.     Diskusikan persamaan dan perbedaan antara desain kurikulum IPS berdasarkan Permen Diknas 22 dengan desain kurikulum IPS di berbagai negara lain (boleh gunakan negara yang sama dengan negara yang dipilih untuk soal nomor 4.
Jawab:
Berdasarkan Permendiknas nomor 22 tahun 2006, IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersbeut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Sementara itu, ruang lingkup dari mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek : manusia, tempat, dan lingkungan; waktu, keberlanjutan, dan perubahan; sistem sosial dan budaya; dan perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
KAJIAN IPS sebagai bahan Pendidikan IPS dan mengacu pada Permen Diknas No. 22,23 dan 24/2006. Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
a      Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
b Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logisdan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkanmasalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
c       Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
d  Memiliki kemampuan berkomunikasi,bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Berdasarkan pada apa yang menjadi focus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, (Sukmadinata,2004:113-124; Tilaar, 2003: 240-243) yaitu:
a         Subject centered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
b        Learner centered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan peserta didik.
c         Problem centered design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.
Pendidikan IPS adalah pendidikan yang penuh tantangan tetapi tetap kerdil karena landasan filosofis esensialisme dan perenialisme yang digunakan. Berdasarkan filosofi ini maka peserta didik IPS hanya belajar pengetahuan yang sudah jadi sebagaimana terdapat di dalam buku teks, terpisah dari sumber informasi primer yaitu masyarakat, dan tidak berorientasi kepada lingkungan masyarakat terdekat. Model ECA yang kental dengan prinsip  dan dikembangkan Hanna tidak pernah mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut karena orientasi pendidikan yang lebih mementingkan disiplin ilmu sebagai alat pengembangan intellectual skills. Desain kurikulum “transfer of information” yang digunakan pendidikan IPS memang sesuai dengan kedua filosofi tersebut tetapi sangat tidak sesuai dengan filosofi yang menghendaki peserta didik mengembangkan berbagai social skills, communicative skills, dan citizenship education
Sejak dikembangkan sistem pendidikan sekolah formal di Amerika, setidak-tidaknya ada empat paradigma pendidikan yang saling bersaing dan mengkritik, tetapi juga saling silang-kait antara yang satu dengan yang lainnya (Lapp:1975). Salah satu paradigma yang dikenal adalah paradigma klasik yaitu perennialisme dan esensialisme  yang berasumsi bahwa pendidikan sebagai aktivitas enkulturasi, pelestarian dan pewarisan gagasan dan nilai-nilai lama dari generasi ke generasi, dikritik karena memposisikan anak sebagai penerima pasif tanpa memiliki hak dan kebebasan memilih dan tidak lebih dari sekedar tunnel education yang hanya menyampaikan pengetahuan yang sudah fixed dan taken for granted sebagai kebenaran.
 Berdasarkan uraian di atas, maka ide atau pemikiran kurikulum IPS yang harus dikembangkan dalam era global adalah rekonstruksionisme sehingga  tentunya proses pembelajaran IPS yang dikendaki pun harus mengejawantahkan ide-ide rekonstruksionisme.  Di Indonesia sendiri dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan IPS lebih cenderung ke arah rekonstruksionisme. Secara tegas dinyatakan dalam kurikulum Pendidikan IPS dalam rambu-rambu pembelajaran, bahwa pembelajaran Pendidikan IPS hendaknya merupakan pendekatan pembelajaran konstekstual, yang dapat dilaksanakan diantaranya melalui metode inquiry, problem solving, dan portfolio yang sebenarnya didengungkan pula oleh para global reformis dalam pendidikan IPS. Di Ohama dan New York sudah pendidikan lebih diarahkan kepada kemampuan peserta didik tersebut sehingga peserta didik dapat lebih berfikir kritis dan kreatif dalam menjalankan pembelajaran mereka.
Materi yang di dapat mayoritas sama antara negara yang satu dengan negara lainnya hanya di Indonesia, pemberian materi hanya sekedar transfer ilmu saja sementara di Ohama dan NewYork materi yang diajarkan lebih kepada arahan berfikir global bertindak lokal sehingga pembahasan perekonomian di kedua negara tersebut dimulai dari perekonomian negara sampai ke perekonomian dunia. Di ketiga kurikulum di atas, dampak kurikulum IPS untuk generasi muda adalah peserta didik diharapkan dapat mengetahui kebutuhan hidup mereka. Kita harus sadar dengan kesulitan-kesulitan dan peluang yang datang yang dapat kita manfaatkan dengan maksimal.  Hanya saja di Indonesia, dilihat dari kompetensi yang dikembangkan, masih sebatas pada wacana teori saja tidak pada prakteknya.  Peserta didik tidak belajar untuk langsung mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari, sehingga pada waktu ilmu tersebuta akan dipakai, peserta didik merasa bingung karena teori yang di dapatkan tidak dapat diterapkan di lapangan.  Sementara itu, faktor lingkungan pun lebih lengkap
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat. Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima masalah tersebut antara lain:
a         Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
b        Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
c         Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
d        Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
e  Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Gafur. 1985. Media besar media kecil: alat dan teknologi pengajaran. Semarang: IKIP Press.
Abdul Gafur. 2008. Pengelolaan pusat sumber belajar/laboratorium PKN dan IPS. Makalah lokakarya PGSD FIP UNY.Yogyakarta.
Asmi. 2002. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu untuk Sekolah Menengah Umum (SMU). Ilmu Pengetahuan Sosial, Jurnal IPS dan Pengajarannya, Tahun 36, Nomor 2, Oktober: 240-251.
http://www.slideshare.net/Dwijosusilo/52-kajian-kebijakan-kurikulum-ips
Joyce, B. Weil, M. Calhoun, E. 1972. Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon
Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
S. Hamid Hasan. 1996. Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Depdiknas
Sumaatmadja, Nursid. 1980. Pengantar studi sosial ( Cetakan ke empat). Bandung.
Supriatna, Nana. 2007. Pendidikan IPS di SD. Bandung: UPI press
Tarunasena Ma’mur Disampaikan pada Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Kuota 2009 Rayon 10 JAWABARAT, Pusdiklat Pos 13-10-2009
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Beserta Penjelasannya. Bandung: Citra Umbara.
UU Nomor 20 tahun 2003
Wahidmurni. 2006. Asesmen Kebutuhan untuk Pengembangan Kurikulum Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Malang: Penelitian Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi Agama/Universitas Islam Negeri Malang.

No comments:

Post a Comment

Keunggulan Geostrategis Indonesia

letak Indonesia berada di antara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia letak Indonesia berada di antara dua samudra yaitu Samudra ...