Tuesday, 5 November 2019

Apa Yang Dimaksudkan Oleh Francis Fukuyama Dengan The End Of History And The Last Man. Jika Anda Bandingkan Fukuyama Dengan Samuel P. Huntington Dalam The Last Of Civilization And The Remaking Of World Order, Dimana Letak Perbedaan Di Antara Keduanya Tentang Akhir Dan Benturan Peradaban?

Apa yang dimaksudkan oleh Francis Fukuyama dengan The End of History and The Last Man. Jika Anda bandingkan Fukuyama dengan Samuel P. Huntington dalam The Last of Civilization and The Remaking of World Order, dimana letak perbedaan di antara keduanya tentang akhir dan benturan peradaban?
Jawab:
Francis Fukuyama  (2003:49-50) dengan The End of History and The Last Man. Dalam buku ini Fukuyama berpendapat bahwa munculnya demokrasi liberal Barat dapat merupakan pertanda titik akhir dari evolusi sosial budaya dan bentuk akhir pemerintahan. Ungkapan the end of history itulah yang sangat populer di pengujung abad ke-20, yang menempatkan Francis Fukuyama sebagai ilmuwan terpopuler bersama Huntington, selama dekade 1990. Setelah menang melawan Komunisme pada abad ke-20, Barat menjadi penguasa tunggal. Di puncak piramida kekuasaan, duduk super power Amerika Serikat, yang memegang kunci-kunci kekuasaan dunia. Dengan segala kehebatannya itu, ada yang kemudian berpikir bahwa setelah era dominasi peradaban Barat, maka tidak ada lagi peradaban lain, dengan sistem pemikiran dan kehidupan yang berbeda dengan peradaban Barat. Ketika itulah manusia sudah bersepakat untuk menerapkan Demokrasi Liberal. Era ini merupakan akhir sejarah

‘Akhir sejarah’ (the end of history). (A remarkable consensus concerning the legitimacy  of liberal democracy as a system of government had emerged throughout the world over the past few years, as it conquered rival ideologies like hereditary monarchy, fascism, and most recently communism. More than that, however, I argued that liberal democracy may constitute the “end point of mankind’s ideological evolution” and the “final form of human government,” and as such constituted the “end of history.)” (Fukuyama: 1992:xi)

Dalam bukunya, Fukuyama (2003) memasang sederet negara yang pada tahun 1990-an memilih sistem demokrasi liberal, sehingga ini seolah-olah menjadi indikasi, bahwa sesuai ramalan Hegel, maka akhir sejarah umat manusia adalah kesepakatan mereka untuk menerima Demokrasi Liberal. Tahun 1790, hanya tiga negara, AS, Swiss, dan Perancis, yang memilih demokrasi liberal. Tahun 1848, jumlahnya menjadi 5 negara; tahun 1900, 13 negara; tahun 1919, 25 negara, 1940, 13 negara; 1960, 36 negara; 1975, 30 negara; dan 1990, 61 negara. 4 Pada ‘akhir sejarah’, kata Fukuyama, tidak ada lagi tantangan ideologis yang serius terhadap Demokrasi Liberal. Di masa lalu, manusia menolak Demokrasi Liberal sebab mereka percaya bahwa Demokrasi Liberal adalah inferior terhadap berbagai ideologi dan sistem lainnya. Tetapi, sekarang, katanya, sudah menjadi konsensus umat manusia, kecuali dunia Islam, untuk menerapkan Demokrasi Liberal. Ia menulis:

At the end of history, there are no serious ideological competitors left to Liberal Democracy. In the past, people rejected Liberal Democracy because they believed that it was inferior to monarchy, aristocracy, theocracy, fascism, communist totalitarianism, or whatever ideology they happened to believed in, But now, outside the Islamic world, there appears to be a general consensus that accepts liberal democracy’s claims to be the most rational form of government, that is, the state that realizes most fully either rational desire or rational recognition.”(Fukuyama: 2003)

Fukuyama (2003) pada bab analisisnya mengenai the last man ‘manusia akhir’. Dalam hal ini Fukuyama mengadopsi konsep “manusia akhir” Nietzsche yang syarat dengan kenyamanan pribadi, kesenangan material, secara membabi buta menerima ‘moralitas gerombolan” serta dogma-dogma politik dan eksis sebelum ubermensch “ manusia unggul’ hadir. Menurut Fukuyama (2003) kondisi kehidupan manusia yang demikian merupakan merupakan konsekuensi diterapkannya demokrasi liberal, dimana setiap orang pada akhirnya menjadi borjuis atau kelas menengah karena sokongan pemerintah pada berbagai bentuk pertanggungjawaban sosial seperti Social Security and Medical di Amerika Serikat hingga berbagai sistem kesejahteraan yang lebih komprehensif di Jerman atau Swedia. Singkatnya kata lain manusia modern adalah manusia terakhir dengan kehidupan penuh keamanan fisik serta kelimpahan materil.
Fukuyama (2003) menyatakan bahwa keinginan untuk diakui sebagai manusia (the desire of recognition) mengondisikan manusia pertama untuk mempertaruhkan hidup dalam sebuah pertarungan terus menerus untuk mendapatkan martabat. Inilah yang disebut thymos, yang diambilnya dari pandangan Plato tentang triparti jiwa (nous, thymos, epithumia). Konsep ini dimengerti oleh Plato sebagai kondisi psikologis manusia yang menciptakan kesadaran akan self esteem (harga diri). Apabila seseorang diperlakukan tidak sesuai dengan nilai yang dipegangnya, maka ia akan marah. Apabila orang tersebut tidak mampu untuk hidup menurut nilai yang diyakini itu, maka ia akan merasa malu. Dan, apabila dia merasa hidupnya telah sesuai dengan nilai tersebut, maka ia akan merasa bangga. Hasrat untuk mendapatkan pengakuan yang diikuti oleh perasaan marah, malu dan bangga merupakan bagian penting dalam kepribadian manusia bagi kehidupan politik.





BENTURAN PERADABAN
Francis Fukuyama
Samuel P. Huntington






Buku: The End of History and The Last Man
Buku: The Last of Civilization and The Remaking of World Order
Ø Dalam bukunya yang menjadi sangat popular di seluruh dunia itu, Fukuyama (2003), mengatakan bahwa akhir evolusi perkembangan politik adalah demokrasi liberal dan akhir evolusi perkembangan ekonomi adalah kapitalisme. Inti dari dua sistem tersebut pada hakekatnya adalah liberalisme, yaitu liberalisme politik dan ekonomi.

Ø Francis Fukuyama (2003) khususnya memperdebatkan bahwa dunia telah mencapai 'akhir sejarah' dalam pengertian Hegel.  Fukuyama menyebutkan bahwa demokrasi liberal merupakan titik akhir dari evolusi ideologi. Setelah Komunisme tergeser dari peradaban dunia, Fukuyama berpandangan bahwa tidak ada lagi tantangan yang serius bagi demokrasi liberal. Untuk menjaga eksistensi demokrasi maka Fukuyama menyarankan untuk menjalankan proses sekularisasi sebagai prasyarat dari demokratisasi.

Ø Menurut Fukuyama, setelah Barat menaklukkan rival idiologisnya: monarkhi herediter, fasisme, dan komunisme, dunia telah mencapai satu konsensus yang luar biasa terhadap demokrasi liberal. Ia berasumsi bahwa demokrasi liberal adalah semacam titik akhir dari evolusi idiologi atau bentuk final dari bentuk pemerintahan. Dan, ini sekaligus sebuah 'akhir sejarah' (the end of history). (Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, hlm. 11).

Ø Fukuyama memandang bahwa hal yang esensial dari human nature adalah desire, reason dan thymos. Akhir dari sejarah adalah pemuasan dari ketiga komponen human nature ini. Desire berarti kebutuhan-kebutuhan ekonomi manusia, reason adalah kapasitas untuk memahami dan memanipulasi lingkungan sosial dan natural untuk mencapai tujuan seseorang, dan thymos adalah dorongan untuk mendapat penghormatan dari seseorang atau yang lain sebagai manusia. (Philosophy of History, hlm. 426).
Ø Fukuyama mengakui kegunaan instrumental dari reason untuk mencapai sisi praktis dari kehidupan. Aktivitas intelektual dilakukan bukan demi pemenuhan diri tetapi supaya keluar dari thymos, sebagai ekspresi dari dorongan untuk dihargai sebagaimana dalam megalathymia (dihargai sebagai yang paling super). (Philosophy of History, hlm. 427-428)

Ø Pada akhir sejarah, menurut Fukuyama, tidak ada lagi tantangan idiologis yang serius terhadap demokrasi liberal. Pada masa lalu manusia menolak demokrasi liberal sebab mereka percaya bahwa demokrasi liberal adalah inferior terhadap berbagai idiologi dan sistem lainnya, seperti monarki, teokrasi, fasisme, komunisme, totalitarianisme, atau apa pun. Tetapi, sekarang, sudah menjadi konsensus umat manusia, kecuali dunia Islam, untuk menerapkan demokrasi liberal sebagai bentuk pemerintahan yang paling rasional. (Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, hlm. 211-212).

Ø Tentang hubungan agama dengan sekularisasi, Fukuyama (2003) mencatat bahwa liberalisme tidak akan muncul jika Kristen tidak melakukan sekularisasi. Dan itu sudah dilakukan oleh Protestanisme Barat, yang telah membuat adanya kelas khusus pemuka agama dan menjauhkan diri dari intervensi terhadap politik. Tulis Fukuyama, "Kristen dalam arti tertentu harus membentuk dirinya melalui sekularisasi tujuan-tujuannya sebelum liberalisme bisa lahir. Agen sekularisasi yang umumnya segera bisa diterima di Barat adalah Protestanisme. Dengan menempatkan agama sebagai masalah pribadi antara Kristen dan Tuhan, Protestanisme telah menghilangkan kebutuhan akan kelas pendeta yang terpisah, lebih luas lagi tidak ada juga kebutuhan akan intervensi agama ke dalam politik." (Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, hlm. 216)

Ø Fukuyama (2003) menyorot dua kelompok agama yang menurutnya sangat sulit menerima demokrasi, yaitu Yahudi ortodoks dan Islam fundamentalis. Keduanya dia sebut sebagai "totalistic religion", yang ingin mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat publik maupun pribadi, termasuk wilayah politik. Meskipun agama-agama itu bisa menerima demokrasi, tetapi sangat sulit menerima liberalisme, khususnya tentang kebebasan beragama. Karena itulah, menurut Fukuyama, tidak mengherankan jika satu-satunya negara demokrasi liberal di dunia Islam adalah Turki, yang secara tegas menolak warisan tradisi Islam dan memilih bentuk negara sekular di awal abad ke-20. (Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man, hlm. 217)

Ø Pernyataan Fukuyama (2003) tersebut bukan saja sangat debatable, tetapi juga terbukti kontradiktif dengan sikap Barat sendiri. Dalam memandang demokrasi, Fukuyama (2003) mengadopsi pendapat Huntington tentang perlunya proses sekularisasi sebagai prasyarat dari demokratisasi. Pendapat Fukuyama bahwa pada masa akhir sejarah tidak ada tantangan serius terhadap Demokrasi Liberal dan umat manusia di luar dunia Islam telah terjadi konsensus untuk menerapkan Demokrasi Liberal adalah merupakan statemen yang sangat debatable dan terbukti kontradiktif dengan sikap Barat sendiri.  Karena itu, ketika Islam dipandang ‘tidak compatible’ dengan demokrasi, maka dunia Islam juga tidak kondusif bagi penerapan demokrasi yang bersifat sekular sekaligus liberal.


Ø Dalam bukunya, Fukuyama (2003: 49-50) memasang sederet negara yang pada tahun 1990-an memilih sistem demokrasi liberal, sehingga ini seolah-olah menjadi indikasi, bahwa sesuai Ramalan Hegel, maka akhir sejarah umat manusia adalah kesepakatan mereka untuk menerima Demokrasi Liberal. Tahun 1790, hanya tiga negara, AS, Swiss, dan Prancis,  yang memilih demokrasi liberal. Tahun 1848, jumlahnya menjadi 5 negara; tahun 1900, 13 negara; tahun 1919,  25 negara, tahun 1940, 13 negara;  tahun 1960, 36 negara; tahun 1975, 30 negara; dan tahun 1990, 61 negara.
Ø Klaim-klaim Fukuyama sebenarnya sangatlah lemah. Tidaklah benar saat ini tidak ada tantangan serius secara idiologis terhadap demokrasi liberal. Faktanya, pasca-Perang Dingin, Islam masih dianggap sebagai tantangan idiologis yang serius. Sehingga, negara-negara Barat sangat khawatir terhadap munculnya negara yang menerapkan idiologi Islam. (dalam http : //www. insist net. Com).
Ø  Berbeda dengan Fukuyama yang melihat kecenderungan kearah suatu ideologi yang hegemonik, yaitu liberalisme, Huntington justru melihat timbulnya benturan antar peradaban, yaitu antara delapan peradaban besar, di antaranya yang terpenting adalah Barat (Yahudi-Kristen-Yunani Kuno), Islam dan Konfusianisme yang mendominasi peradaban Cina-Jepang (walaupun Huntington melupakan faktor Buddha, Taoisme dan Sinto yang bersama-sama dengan Konfusianime, mendominasi peradaban di kawasan itu). Huntington (1996) meyakini bahwa sementara era ideologi berakhir, dunia hanya akan kembali ke keadaan peristiwa normal yang dicirikan oleh konflik kultural. Dalam tesisnya dia memperdebatkan bahwa sumbu utama konflik di masa depan akan berputar di sekitar garis keagamaan dan kultural.

Ø  Huntington (1996:44) lebih memfokuskan kepada tema pertembungan/pertentangan peradaban, namun beliau mengakui ada faktor-faktor yang menyumbang kepada kekuatan sebuah peradaban moden serta ada faktor-faktor yang menjadi penentu kurangnya pengaruh sebuah peradaban. Hal ini ditegaskan oleh beliau bahwa peradaban-peradaban senantiasa mengalami kemunduran sekaligus berkembang. Peradaban bersifat dinamis, bangkit dan jatuh, menyatu dan saling terpisah, dan sebagaimana halnya dengan apa yang mereka  belajar sejarah, ia juga tenggelam dan terkubur di dalam pasir-pasir masa
.
Ø  Bagi Huntington (1996), konflik antara peradaban merupakan fase yang terbaru dalam konflik dunia moden khususnya selepas era perang dingin. Menurutnya identitas peradaban akan menjadi lebih penting pada masa depan, dan sebagian dunia akan dibentuk oleh interaksi antara delapan peradaban:
·         Peradaban Tionghoa (berkembang sejak 1500 SM
·         Peradaban Jepang (sejak 100 dan 400 M)
·         Peradaban Hindu (sejak 1500 SM)
·         Peradaban Islam (sejak abad ke-7/622M)
·         Peradaban Orthodoks/Rusia
·         Peradaban Barat (sejak 700/800 M)
·         Peradaban Amerika Latin
·         Peradaban Afrika

Ø  Peradaban besar itu termasuklah peradaban Barat, Confucios, Jepang, Islam, Hindu, Slavic-Orthodox, Latin Amerika dan mungkin juga peradaban Afrika. Konflik yang paling penting pada masa hadapan dijangka akan berlaku pada garis keretakan yang memisahkan peradaban-peradaban ini.
Ø  Huntington (1992:6) memperturunkan enam faktor yang menyebabkan berlakunya keretakan atau pertembungan antara peradaban.
a   Faktor yang pertama ialah peradaban dibedakan antara satu sama lain oleh sejarah, bahasa, budaya, tradisi dan yang paling penting ialah agama. Justru, masyarakat daripada peradaban yang berbeda mempunyai pandangan yang berlainan tentang banyak hal. Menurut Huntington perbedaan ini timbul dalam proses yang lama dan perbedaan ini tidak mudah lenyap kerana sifatnya lebih asasi, berbanding dengan perbedaan ideologi politik dan rejim kerajaan yang berasaskan politik.
b  Kedua, interaksi antara manusia daripada berlainan peradaban semakin bertambah kerana dunia kini semakin mengecil. Peningkatan interaksi ini memperdalamkan lagi kesedaran di kalangan kelompok itu sendiri. Orang Amerika misalnya lebih bersifat negatif terhadap pelabur-pelabur Jepang daripada pelabur dari Kanada dan negara-negara Eropa yang lain.
c   Ketiga, proses pemordenan ekonomi dan perubahan sosial di seluruh dunia telah memisahkan orang daripada identitas yang telah lama berakar dan proses ini melemahkan negara bangsa sebagai asas identitas. Bagaimanapun menurut Huntington, agama telah berjaya menembusi jurang selalunya dalam bentuk gerakan yang dilabelkan sebagai fundamentalis. Golongan fundamentalis terdiri daripada kalangan anak muda, lulusan universitas, sekolah menengah, para profesional dan ahli perniagaan.
d  Keempat, kesadaran tamadun akan semakin meningkat dan akan dipercepatkan oleh dua peranan Barat. Pada satu pihak, Barat berada di puncak kekuasaan dan pada masa yang sama sebagai kesan kekuasaan Barat menyebabkan dunia Barat mencari jalan keluar seperti pengislaman semula Timur Tengah.
e   Kelima, ciri dan perbedaan kebudayaan agak sukar untuk diubah sesuai dan oleh itu sukar dikompromikan berbanding dengan ciri-ciri ekonomi dan politik. Malah lebih daripada persoalan etnik, agama merupakan tekanan yang hebat di kalangan umat manusia. Seseorang itu mungkin boleh dianggap separuh Perancis dan separuh Arab dan seterusnya menjadi warga dua negara. Namun tidak mungkin boleh menjadi separuh Katolik dan separuh Islam.
f   Yang terakhir ialah ekonomi semakin meningkat menyebabkan kerjasama serantau menguntungkan negara-negara anggota kesatuan berdasarkan peradaban yang sama. Salah satu kejayaan Barat ialah kerjasama serantau yang diamalkan dan dikongsi bersama seperti Kesatuan Ekonomi Eropah (EEC). Bergantung kepada asas-asas dalam budaya di Eropah dan Kristian Barat tetapi kejayaan ini tidak mutlak akibat timbul masalah tentang tiadanya persefahaman seperti itu. Penggunaan mata wang Euro memperlihatkan Britain enggan menyertainya. Sungguhpun peradaban-peradaban lain di Asia Selatan dan Asia Tenggara mempunyai organisasi mereka sendiri seperti South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), namun kejayaan kerjasama dalam bidang ekonomi masih kurang.

Ø Samuel Huntington (1996), menyanggah orang-orang yang mengatakan bahwa peradaban Barat adalah peradaban universal bagi seluruh umat manusia, melalui perkataannya, “Jika memang benar bahwa peradaban Barat mampu menembus seluruh dunia, maka konsep-konsep Barat mempunyai perbedaan mendasar dengan apa yang telah berlaku secara umum di berbagai peradaban lain. Pemikiran-pemikiran Barat tentang individualisme, liberalisme, demokrasi, pasar bebas, sekulerisme, bukanlah sebuah konvensi yang punya daya tarik dalam tsaqofah Islam, Konfuisme, Sinto, Hindu, Budha, atau Ortodoks. Sebuah konsep yang mengatakan adanya peradaban universal merupakan produk pemikiran Barat, sangat tampak pertentangannya dengan karakteristik mayoritas masyarakat Asia, dimana banyak perkara telah mengakar di dalam masyarakat tersebut yang membedakan satu bangsa dengan yang lain.

Ø Menurut Huntington (1996), Islam adalah satu-satunya peradaban yang pernah membuat Barat tidak merasa aman. Kasus dukungan Barat terhadap pembatalan pemilu di Aljazair yang dimenangkan oleh FIS menunjukkan bahwa Barat menganggap ada tantangan serius terhadap idiologi FIS. Menurut Christoper Ogden, dalam artikel View from Washington, Times, 3 Februari 1992, tindakan AS yang mendukung permainan kekuasaan anti-demokrasi merupakan suatu tindakan yang sangat keliru. Sikap AS dan Prancis yang menyatakan bahwa kudeta Aljazair "konstitusional" tidak lain merupakan gejala penyakit gila paranoid (ketakutan tanpa dasar) terhadap Muslim fundamentalis

Ø Dalam kajiannya tentang ‘Gelombang Demokratisasi Ketiga’, Huntington mengungkap penelitian yang menunjukkan adanya hubungan negatif  antara Islam dan demokratisasi. Sebaliknya, ada korelasi yang tinggi antara agama Kristen Barat dengan demokrasi. Di tahun 1988, agama Katolik dan/atau Protestan merupakan agama dominan pada 39 dari 46 negara demokratis. Ke-39 negara demokratis itu merupakan 57 persen dari 68 negara dimana Kristen Barat merupakan agama dominan. Sebaliknya, papar Huntington, dari 58 negara yang agama dominannya bukan Kristen Barat, hanya ada 7 negara (12 persen) yang dapat dikategorikan negara demokratis.  Jadi, simpul Huntington, demokrasi sangat jarang terdapat di negeri-negeri di mana mayoritas besar penduduknya beragama Islam, Budha, atau Konfusius

Ø Kebangkitan Islam ini dalam makna yang paling dalam dan paling luas, merupakan fase akhir dari hubungan antara Islam dengan Barat: sebuah upaya untuk menemukan “jalan keluar” yang tidak lagi melalui ideologi-ideologi Barat, tapi dalam Islam. Ia merupakan perwujudan dari penerimaan terhadap modernitas, penolakan terhadap kebudayaan Barat dan rekomitmen terhadap Islam sebagai petunjuk hidup dalam dunia modern. Mengingkari pengaruh kebangkitan Islam terhadap kehidupan politik masyarakat Timur akhir abad XX sama artinya dengan mengingkari pengaruh reformasi Protestan terhadap kehidupan politik masyarakat Eropa akhir abad XIX. Proses Islamisasi pertama kali terjadi dalam wilayah kultural dan kemudian bergerak ke bidang politik dan sosial. (Huntington, 1996)




Referensi
Samuel P. Huntington. 1996. The Clash of Civilization and the Remaking of World Order, New York: Touchstone
Samuel P. Huntington. 1992.  Pertembungan Peradaban, (terjemahan) Kuala Lumpur: ISIS Malaysia.
Fukuyama, Francis. 2003. The End of History and The Last Man, Yogyakarta: Penerbit Qalam.
Jennifer M. Webb (ed.) 2002. Powerful Ideas: Perspectives on the Good Society, Victoria, The Cranlana Program, 2002), vol 2, hal. 231-240
http : //www. insist net. Com
http: //www.pustakabersama.net/buku.php
http: //www.hidayatullah.com/.../ramalan-fukuyama

No comments:

Post a Comment

Keunggulan Geostrategis Indonesia

letak Indonesia berada di antara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia letak Indonesia berada di antara dua samudra yaitu Samudra ...